Disutradarai oleh Putrama Tuta, A Man Called Ahok sukses meraih lebih dari 700 ribu penonton dalam 4 hari penanyangannya. Film ini digarap dari sebuah novel yang ditulis oleh Rudi Valinka dengan judul yang sama. Berkisah tentang pertumbuhan Basuki Tjahaja Purnama atau yang kita kenal dengan nama panggilan Ahok (Daniel Mananta).

Proses syuting film ini mengambil latar di Belitung Timur, tempat Ahok lahir dan tumbuh hingga namanya dikenal karena dipilih sebagai Bupati Belitung Timur. Kisah dimulai sejak masa kecil Ahok, sekitar tahun 1980-an. Penggambaran latar dalam film ini mampu menunjukkan era itu, seperti hadirnya kendaraan Toyota Land Cruiser zaman dahulu yang dipakai ayahnya dan untuk bekerja dan Daihatsu Taft keluaran pertama yang dipakai oleh Ahok sehari-hari. Wajar saja ayah Ahok miliki mobil mewah seperti ini sebab ia seorang pengusaha yang cukup sukses di Belitung pada saat itu.
Ayah Ahok yang bernama Tjung Kim Nam (Kin Wah Chew) selalu mengajarkan integritas terhadap anak-anaknya sejak kecil. Ia sangat terkenal akan kedermawanannya dan senang membantu orang yang kesusahan di Belitung. Ia merupakan salah satu pengusaha pertambangan timah yang sukses di sana. Sampai suatu saat, ayah Ahok harus berhadapan dengan penguasa setempat yang kotor, tetapi ia enggan memberi upeti kepadanya. Hal ini pun menyebabkan kemunduran bisnis usahanya.
Keluarga Ahok yang mulanya hidup berkecukupan pun mulai serba kekurangan. Dalam kondisi yang kacau balau ini, Ahok teringat pesan ayahnya untuk menjadi pemimpin agar bisa membantu orang orang yang hidup kesusahan di Belitung dan akhirnya Ahok terjun ke dunia politik. Salah satu pesan ayah Ahok yang terkenang, yaitu:
“Jika kalian ingin berburu harimau di hutan ajaklah saudara kandung kalian, karena dia tidak akan meninggalkan kamu sampai terbunuh oleh harimau”.

Pesan ini menyiratkan kebiasaan sebagian besar orang Tionghoa ketika menjalankan bisnis, mereka lebih memilih mengajak saudara-saudaranya untuk mengelola usaha mereka; enggan mengajak orang lain jalankan bisnis mereka.
Alur cerita A Man Called Ahok (2018) takkan dibahas terlalu mendalam di tulisan ini. Singkatnya, seperti nilai yang diterapkan ayah Ahok, nilai utama yang akan didapat dari film ini, yaitu integritas dan kedermawanan. Ahok dan ayahnya pun dikenal sebagai “Pendekar Antikorupsi”.
Akting Daniel Mananta pun sangat brilian. Mulai dari gestur berpidato sampai gestur menahan nafas amarah, sosok Ahok digambarkan dengan pas. Adegan yang paling membuat kita teringat pada Ahok, yaitu ketika Daniel Mananta berkata “Gua yang sikat habis tuh maling-maling.” Kalimat berani yang memang hanya akan keluar dari mulut seorang Ahok.

Film yang menceritakan tentang politikus kontroversial ini memang sangat tepat untuk dinikmati oleh orang yang mengagumi sosok Basuki Tjahaja Purnama. Mempelajari pembentukan yang dibina oleh kuatnya karakter ayahnya membuat kita tak heran akan pribadi Ahok saat ini. Nilai-nilai yang diterima dari ayahnya-lah yang membuat Ahok berani terjun ke dunia politik dan memimpin Belitung Timur.
Di sisi lain, film ini akan sulit diterima oleh sebagian orang yang kurang suka dengan karakter Ahok. Sosoknya yang blak-blakkan dan keras memang akan sulit diterima sebagian orang.
Baca juga: A Ghost Story (2017): Eksistensialisme Setelah Kematian
Penulis: Raynaldy Wiratama
Penyunting: Anggino Tambunan, Muhammad Reza Fadillah
Infografik: Bryan Brianialdy
Gambar: Berbagai Sumber