A24: “Mesin” Baru Penghasil Oscar

0
1464
A24: “Mesin” Baru Penghasil Oscar

Kemenangan Moonlight pada ajang Academy Awards mempertegas kualitas perusahaan produksi filmnya: A24. Jika anda penikmat film-film yang dinominasikan Oscar dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, logo studio ini tidak asing. Sampai Academy Awards 2017 kemarin, film-film A24 telah mengantongi empat belas nominasi Oscar dan memenangi enam di antaranya.

A24 dibentuk pada tahun 2012 di New York oleh Daniel Katz, David Fenkel, serta John Hodges. Salah satu produksi film awal mereka yang memikat adalah The Spectacular Now yang disutradarai James Ponsoldt. Secara finansial, film ini tidak terlalu sukses, tetapi kritikus memuji film ini. Kenaturalan dan ketidakcengengan menjadi nilai utama film tentang remaja yang memasuki tahap pendewasaan ini.

Setelah itu, banyak film-film berkelas yang dihasilkan studio ini. Di tahun 2014, film-film seperti Enemy, Locke, Under the Skin, dan A Most Violent Year dihiasi oleh pujian-pujian kritikus. Padahal, film-film tersebut tidak seperti tipikal film Hollywood yang biasa kita saksikan. Locke misalnya, film ini hanya menampilkan Tom Hardy yang menelepon sambil berkendara selama hampir satu setengah jam. Atau Under the Skin yang tidak ingin membuat penonton nyaman dan sangat mengganggu.

Dua tahun terakhir pun film-film dari studio ini tidak bisa lepas dari sorotan Oscar. Room, Ex Machina, Amy pada tahun 2015 dan 20th Century Women, Moonlight, The Lobster pada tahun 2016. Slow West, The End of the Tour, While We’re Young, The VVitch, Green Room, Swiss Army Man juga tidak bisa dilupakan karena kualitas serta keunikan masing-masing film, baik dari segi cerita maupun cara menampilkannya.

I never saw them as businessman.”

Begitulah perkataan Denis Villeneuve dikutip dari GQ. Villeneuve ialah sutradara yang telah menghasilkan beberapa film berkelas seperti Incendies, Prisoners, dan Arrival. Villeneuve sendiri bekerja sama dengan A24 pada film liarnya yang sarat makna simbolis: Enemy.

Pernyataan Villeneuve diamini oleh beberapa sineas lain yang pernah berada di bawah naungan studio ini. Nama-nama seperti James Franco, James Ponsoldt, Sofia Coppola, hingga Barry Jenkins menyukai keberanian A24 mengambil film-film riskan, baik dari segi isu yang diangkat maupun secara finansial. Mereka menyatakan bahwa A24 menghargai ide-ide liar sineas dan cukup memberi ruang kebebasan berkarya.

Selain ceritanya yang liar, kata keren secara visual pun tidak bisa dipisahkan. Beberapa cirinya adalah warna-warni yang kontras serta cahaya-cahaya neon yang bersinaran. Lihat saja Moonlight yang selalu “terang” atau Locke yang menampilkan cahaya-cahaya mobil yang sinarnya sangat asyik untuk dilihat.

Akal menarik lainnya adalah menampilkan kamera dinamis pada film Room yang membuat suasana film hidup. Cara ini sangat efektif: Room yang berlatar ruang sempit terlihat luas dengan pergerakan kamera seperti ini. Bahkan, Slow West dengan kamera statis dapat dibuat sebegitu menarik dengan cutting cepat dari banyak sudut kamera.

Pada 2017 ini, ada dua film yang cukup menarik dari studio ini. Yang pertama adalah The Disaster Artist, yang berkisah tentang pembuatan film The Room yang banyak disebut sebagai film terburuk. The Disaster Artist disutradarai dan dibintangi oleh James Franco. Selain itu, ada juga A Ghost Story yang akan menampilkan “hantu” dengan makna simbolis tentang warisan, cinta, kehilangan, dan eksistensi. Aktor dan aktris sekaliber Casey Affleck dan Rooney Mara menghiasi film besutan David Lowery ini. Kritik awal pun sangat baik dari kedua film tersebut, aroma Oscar sudah bisa dirasakan.

Keberadaan film-film A24 yang berkarakter dibutuhkan untuk mengimbangi industri studio besar Hollywood yang semakin menuruti kemauan pasar.

“We find movies [for which] our perspective, our system, our people, can act to make it something special. If it’s gonna be released the same way by another company, we usually don’t go after it.”

Begitulah pernyataan David Fenkel kepada GQ. Sekali lagi, ide menjadi harga mahal dan kebebasan berkarya merupakan hak yang tidak boleh ditekan.

Penulis         : Muhammad Reza Fadillah
Penyunting : Anggino Tambunan