Review Film Dungeons & Dragons: Honor Among Thieves (2023)

0
313
Review Film Dungeons & Dragons: Honor Among Thieves (2023)

Dalam beberapa tahun terakhir, film fantasi blockbuster kerap menjadi ladang kegagalan. Banyak film yang terus mendapat kritik keras hingga pendapatannya merosot, berbanding terbalik dengan dana besarnya. John Francis Daley dan Jonathan Goldstein pun mencoba menantang hal ini dalam Dungeons & Dragons: Honor Among Thieves.

Film fantasi kerap sulit diwujudkan karena ide-ide liarnya memakan bujet besar: mulai dari latar, kostum, rias, hingga dipercantik menggunakan efek visual yang takmurah. Belum lagi, dalam sedekade terakhir banyak medium visual fantasi yang berakhir dengan kegagalan walau awalnya menjanjikan. Bagaimanapun, itu rasanya takmenghalangi Paramount untuk memproduksi Dungeons & Dragons: Honor Among Thieves.

Film Dungeons & Dragons ini sendiri didasarkan dari permainan peran yang dimainkan di atas meja yang terkenal di Amerika Serikat pada tahun ‘70-an dan ‘80-an. Nama permainan ini mulai dikenal lagi pada beberapa tahun terakhir berkat serial Stranger Things (2016). Namun, ide pembuatan film Dungeons & Dungeons sudah dimulai sejak tahun 2013.

Rintangan D&D: Honor Among Thieves ini pun takberhenti pada memopulerkan nama permainan lama ini yang mungkin takpopuler di seluruh dunia serta sulitnya membuat film fantasi yang diterima khalayak. Selain itu, Paramount juga harus bertarung memperebutkan hak cipta film sehingga publik harus melupakan tiga film Dungeons & Dragons terdahulu yang gagal.

Usai rilis, film ini mendapatkan sambutan baik dari kritikus. Di Metacritic, film ini mendapat rata-rata nilai 72 dari 100 sementara di Rotten Tomatoes, 91% kritikus memberikan pendapat positif untuk Honor Among Thieves. Sayangnya, di box office, performa filmnya takbegitu baik. Mendapatkan 70 juta dolar dari bujet 150 juta dolar, performa film ini mungkin taksesuai harapan Paramount.

Formula Kunci

Sebenarnya, hal yang disuguhkan Dungeons & Dragons: Honor Among Thieves sudah kerap kita lihat di film-film Marvel Cinematic Universe. Ya, alih-alih mengikuti film-film fantasi terdahulu yang kerap lebih kelam, nuansa film ini cukup komikal dan segar. Setiap bagiannya selalu diselipkan oleh candaan-candaan yang banyak dilontarkan oleh Edgin (Chris Pine), walaupun dalam hal ini, bisa dibilang 50:50 karena beberapa candaannya gagal.

Nuansa petualangannya mungkin hadir, tetapi takbanyak menghadirkan perjalanan layaknya The Lord of the Rings. Adegan perjalanan takbanyak ditampilkan ntuk mempersingkat berbagai latar yang dikunjungi oleh para tokoh utama film. Sebenarnya hal ini efektif untuk memangkas durasi film agar yang sudah cukup panjang (134 menit), tetapi perpindahan satu latar ke latar lain jadi agak lompat-lompat. Hasilnya pun beberapa adegan dan latarnya takterlalu berkesan.

Sementara itu, dalam merangkai latar-latar tersebut, film ini takmain-main. Tata latar dan efek visualnya indah sehingga menciptakan tempat-tempat dengan nuansa fantasi yang fantastis. Kostum-kostumnya pun menarik walau sedikit necis untuk latar yang sepertinya ada di abad pertengahan. Nilai-nilai baik seperti ini membuat kita sadar kembali alasan kegagalan film-film pahlawan super dalam beberapa tahun terakhir yang luput akan keindahan visual karena kejar tayang.

Sampai pada akhiran film, ada rasa kemiripan antara film ini dan Guardians of the Galaxy (2014). Terdapat sekelompok pencuri yang mencoba melawan kejahatan dengan kekuatan pas-pasan, tetapi memiliki tekad dan kerja kelompok yang baik. Namun, dalam film Dungeons & Dragons ini, karakter-karakternya dibina dengan lebih baik dan diberikan perjalanannya sendiri untuk memperbaiki diri pada akhiran filmnya. Perjalanan karakter yang baik pun jadi nilai lebih lagi dari film ini.

Takberhenti di situ, aksi-aksi dalam film ini pun sangat menyenangkan, laga pertarungan jarak pendek dicampurkan dengan sihir yang dikemas dengan baik. Dalam segi bertarung, Michelle Rodriguez sebagai Holga jadi sorotan utama. Selain karakternya yang menarik, dalam bertarung, ia selalu tampil beringas sekaligus memesona. Sebagai karakter terbaik, ia pun juga diberikan akhiran terbaik nan dramatis.Walaupun plotnya repetisi dari film-film pahlawan super, Dungeons & Dragons: Honor Among Thieves masih terasa segar karena hadir dalam bentuk fantasi yang disokong visual apik. Ceritanya pun nikmat diikuti. Beberapa candaan yang gagal takmengganggu cerita, sedangkan candaan yang berhasil dapat mengocok perut. Dapat dikatakan film ini merupakan bentuk keberhasilan produksi yang setidaknya takterburu-buru dan dilaksanakan dengan baik.

Baca juga: Dekade 2020, Akhir Kejayaan Film Pahlawan Super?

Penulis: Muhammad Reza Fadillah
Penyunting: Anggino Tambunan