Review Film Indiana Jones and the Dial of Destiny (2023)

0
239
Review Film Indiana Jones and the Dial of Destiny (2023)

Banyak film mengartikulasikan ambisi untuk mengulang waktu dan membenahi masa silam. Karya legendaris, Indiana Jones, pun takingin ketinggalan mengupas isu ini melalui film teranyarnya, Indiana Jones and the Dial of Destiny (2023). Kisah ini pun hadir dengan rentetan aksi tanpa jeda yang “membombardir” seisi bioskop.

Mula adegan berlatar “kerepotan” Nazi dalam Perang Dunia II. Dalam suasana yang mencekam, Indy (Harrison Ford) dan kawan karibnya, arkeolog Oxford, Basil Shaw (Toby Jones) terjebak dalam kepungan prajurit Nazi. Mereka berebut benda peninggalan kuno yang diduga dapat “mengakali” waktu bernama “Antikythera”. Misteri kebenaran tersebut menjadi bahan bakar kisah. Pengambilan latar sejarah ini pun menguatkan cerita.

Selang puluhan tahun dari perisitiwa itu, saat pemerintahan AS menyambut keberhasilan peluncuran Apollo 11 ke Bulan, antagonis kisah ini, Jürgen Voller (Mads Mikkelsen) menyusun rencana untuk mengakali kekalahan Nazi dalam Perang Dunia II. Dalam penyamaran, ia mengerami obsesi: menguak misteri Antikythera, benda peninggalan Archimedes sang matematikawan era kuno yang dipercayai dapat mengirimnya ke masa silam. Usaha itu menemui tembok: Indy.

Dalam upaya menghentikan Voller, digambarkan bahwa Indy sudah tidak seperti dulu kala. Ia sudah lansia dan tak segagah dulu. Kompleksitas masa tua pun telah mengepungnya: problem keluarga, pekerjaan, dan kehidupan bermasyarakat. Melalui penokohan ini, James Mangold coba menyingkap kelamahan Indy sebagai manusia pada umumnya—alih-alih menampilkannya manusia superkuat. Penyesuaian ini cukup tepat.

Meski demikian, Indy yang lemah tetap berpetualang dan mendapat energi tambahan dengan bantuan tokoh-tokoh lintas generasi yang ditampilkan: Helena Shaw (Phoebe Waller-Bridge) anak-perempuan baptisnya, dan Teddy (Ethann Isidore), remaja laki-laki yang lihai mencuri. Kecerdikan keduanya dapat menghidupkan nuansa petualangan yang serbaspontan. Pun dapat menjadi alasan untuk menarik penonton lintas umur.

Kehadiran Helena dan Teddy pun dapat mengimbangi—bahkan mendongkrak—Indy yang sudah uzur. Petualangan mereka tidak hanya terjadi di daratan, tetapi di air dan udara. Adegan-adegan menantang memenuhi layar. Suara yang menggelegar juga menambah keseruan. Tentu, kita tidak menagih ketidakmasukakalan aksi-aksi tersebut sebab film ini memang mesti ditonton dengan cara mengamini segala tindak tanduk tokoh dan menikmati aksi-aksi hebat yang tersaji.

Sementara itu, aksi-aksi kejar-kejaran tersebut masih berakar pada isu arkeologi—yang memang menjadi daya pikat film ini. Film ini cukup merangsang rasa penasaran penonton akan peradaban masa silam, utamanya konsep waktu. Penggalian ini menyingkap bahwa memahami peradaban lalu tidak semudah itu.

Dalam upaya itu, Indy dan Helena muncul sebagai pengupas misteri. Hal yang menarik, dalam kaitan dengan bidang hermeunetika, Indy dan Helena tidak hanya menguak makna benda kuno tersebut secara gramatikal (memahami teks), tetapi juga psikologis si pembuat benda tersebut. Kesatuan ini yang membuat mereka sedikit demi sedikit menyusun ulang sejarah, mesti tidak bisa dikatakan objektif.

Selain itu, pemilihan alat kuno yang dapat “mengakali” waktu sebagai magnet  kisah juga merangsang aspek komedi pada film ini. Ambisi Voller kembali ke masa kejayaan Nazi merupakan penolakannya atas kekalahan Nazi. Di satu sisi, hal ini menawarkan kelucuan. Akrobatik Voller memancing kegelian. Cara pandang masa kuno dan modern yang ditabrakan melalui dialog antartokoh pun ikut menghibur.

Melalui ide kejayaan masa silam, Indiana Jones and the Dial of Destiny pun seharusnya tidak hadir dalam upaya pembuktian ulang akan kesuksesan film-film Indiana Jones sebelumnya. Nostalgia yang ditawarkan film ini mungkin mesti dianggap  sebagai energi dalam memaknai masa depan. Kehadiran Helena dan Teddy pun semacam penerima estafet Indy dalam upayanya merawat ingatan dan peradaban. Tentu, juga dapat menjadi lanjutan kisah—jika dianggap sukses secara penjualan.

Walhasil, film ini tepat sebagai akhiran kisah Indiana Jones. Meski tidak menawarkan kebaruan isu, rangkaian aksi heroik dan tawaran nostalgia tetap dapat menghibur penonton. Pengalaman ini tentu dapat penuh jika dinikmati di layar bioskop.

Infografik Review Film Indiana Jones and the Dial of Destiny (2023)

Baca juga: Review Film Dungeons & Dragons: Honor Among Thieves (2023)

Penulis: Anggino Tambunan
Penyunting: Muhammad Reza Fadillah