The Boy with Moving Image: Absurditas dalam Usaha Memahami

0
1267

Upaya memahami orang lain secara penuh selalu menuai kegagalan. Dalam absurditas tersebut, tiap orang mencoba berbagai cara untuk menyingkap pemahaman yang taktampak. Ide ini termuat dalam film The Boy with Moving Image (2020) garapan Roufy Nasution.

(ulasan ini mungkin mengandung beberapa bocoran film)

Dikisahkan Vaiyang (Bryancini Galgala) mendatangi sebuah rumah yang dihuni Ning (Nithalie Louisza), perempuan yang kurang lebih sebaya dengannya. Pria yang memiliki cita-cita menjadi sutradara andal tersebut ingin menggunakan rumah tersebut untuk kebutuhan rencana filmnya. Ning mengiyakan, namun ia meminta syarat: Vaiyang menemani kematiannya. Misteri ini menuntun rasa penasaran hingga ujung film.

Dari luasnya ruang ide yang ditawarkan, salah satunya, film ini menyiratkan kisah tentang sutradara muda, Vaiyang, yang berusaha keras memahami tokoh perempuan yang ia ciptakan, Ning.  Namun, dalam usaha itu, secara tidak sadar ia menciptakan Ning berdasarkan cara pandangnya kepada perempuan. Oleh sebab itu, penokohan Ning ialah cerminan pemahaman Vaiyang terhadap perempuan.

Anggapan tersebut langsung termuat dalam adegan awal. Ning digambarkan putus asa dan tampak sangat terisolasi dengan lingkungan tempat tinggalnya. Kemudian, ada kesan kehadiran orang asing merupakan ancaman bagi Ning. Sampai-sampai, ada pertanyaan kunci yang diajukan Ning untuk Vaiyang ketika ingin masuk rumahnya. Sambil memastikan tamunya itu bukanlah orang yang membahayakan,  salah satu tangan Ning sudah siap memegang pisau.

Kemudian, isu perkosaan langsung di munculkan dalam dialog antarkeduanya. Adegan tersebut secara tersirat menggambarkan sebuah pandangan: seolah perempuan dan ancaman perkosaan ialah sesuatu yang takterpisahkan. Di sisi lain, keputusan memuat isu perkosaan di awal— alih-alih menghindari pembicaraan tabu tersebut—mungkin untuk menggugurkan pertanyaan moral: mengapa mereka hanya berdua di sebuah rumah? Apakah ada upaya pemerkosaan? Setelah itu, kisah berlanjut dengan adegan-adegan mengobrol yang cukup panjang dalam usaha saling mengenali, mulai dari pembicaraan makanan, film dan soal-soal lainnya.

Film dengan durasi mengobrol yang panjang cenderung memuat ide-ide yang taksedikit. The Boy with Moving Image (2020) menawarkan upaya memahami orang dengan mengobrol, seperti yang ditampilkan Vaiyang dan Ning. Ketika saling bertukar kata, Vaiyang memvisualkan Ning sebagai imitasi dari perempuan yang ada di bayangannya. Hal tersebut tampak dari penokohan Ning yang gemar menonton film roman, makan nasi padang dengan sendok, tidak merokok, rajin makan buah-buahan, serta rajin menyiram tanaman di halaman.

Pada setiap kesempatan mengobrol, Vaiyang mendengarkan semua hal yang diutarakan Ning. Ia membiarkan Ning mencurahkan isi kepalanya tanpa melibatkan penilaian: mana yang pantas dan yang tidak pantas. Salah satunya adalah ide kematian yang dianggap bukan apa-apa bagi Vaiyang, bukan sesuatu yang perlu dicemaskan. Digambarkan, tidak ada usaha Vaiyang untuk mencari tahu informasi dan menggagalkan kematian Ning.

Anehnya, ide perkosaan digambarkan lebih mengganggu Vaiyang daripada ide Ning terkait kematiannya. Sampai-sampai Vaiyang  bertanya pada Ning: mengapa begitu percaya bahwa dirinya tidak akan melakukan upaya perkosaan. Perempuan tersebut menjawab bahwa dirinya percaya sebab ia melihat mata Vaiyang. Tentu, jawaban Ning tersebut merupakan jawaban yang ada di bayangan Vaiyang. Padahal, mata yang beberapa kali memotret Ning secara diam-diam tersebut ialah bentuk pengobjekan Vaiyang kepada Ning dan bentuk peniadaan hak Ning. Hal tersebut termuat dalam beberapa adegan.

Di sisi lain, perasaan Ning yang tidak lagi kerasan mengada di dunia dianggap Vaiyang sebagai bentuk usaha mendapatkan perhatian orang lain. Hal ini makin menebalkan anggapan bahwa Vaiyang merasa Ning tidak mungkin mati, apalagi bunuh diri. Oleh sebab itu, ia tidak merasa cemas. Begitulah cara Vaiyang memahami Ning.

Hal lain yang juga bisa digalih dalam film ini, ialah percintaan. dalam kesempatan ngobrol ngalor-ngidul, uniknya, tidak ada percakapan abstrak yang mendalam soal cinta dan makna menjalin hubungan. Isu tersebut mungkin mampu menyingkap hal-hal yang belum dipahami. Selain itu, usaha tersebut dapat melengkapi pemahaman antarkeduanya.

Akhirnya, melalui The Boy with Moving Image (2020), Roufy Nasution menegaskan upaya memahami orang lain adalah sesuatu yang absurd. Dalam kesia-siaan tersebut, manusia selalu mencoba menemukan cara-cara untuk memahami sesamanya. Selain itu, dalam upaya memahami, mustahil bagi kita untuk lepas dari prasangka.

Baca juga Review Film Ave Maryam (2018): Visual Cantik Perlu Disidik

Penulis: Anggino Tambunan
Penyunting: Farhan Iskandarsyah