Manusia selalu punya ikatan dengan alam. Ingatan untuk memaknai laut, salah satunya, termuat dalam film Laut Bercermin (Mirror Never Lies ) garapan Kamila Andini. Melalui film ini, makna laut tersingkap secara intens.
Laut Bercermin mengambil latar di Wakatobi yang terkenal dengan keindahan alam bawah lautnya dan kekayaan budaya suku Bajo. Film ini berfokus pada Pakis (Gita Novalista) yang terus-menerus mencari keberadaan ayahnya yang belum pulang dari melaut.
Kisah dibuka dengan usaha Pakis menemui dukun desa. Pakis menyerahkan cerminnya kepada si dukun untuk keperluan ritual. Harapannya, cermin tersebut akan memberi petunjuk keberadaan ayahnya yang telah hilang. Usaha tersebut diyakini Pakis mampu membawa ayahnya pulang ke rumah. Dengan cermin tersebut, ia menyimpan yakin dalam dada bahwa ayahnya akan segera pulang.
Di tengah harapan itu, Pakis dikisahkan hanya tinggal bersama ibunya, Tayung (Atiqah Hasiholan) yang akhirnya mengambil peran domestik dan peran publik pada keluarga. Selain itu, Pakis memiliki teman dekat, Lumo, yang juga menanti kedatangan ayahnya yang hilang. Berbeda dengan Pakis, ibunya sudah mengikhlaskan suaminya yang takkembali dari melaut. Lumo juga mengikhlaskan ayahnya.
Laut Bercemin menampilkan laut sebagai kehidupan, mulai dari kelahiran hingga kematian. Menurut Suyito (1996) dalam Kristiawan Artanto, “Laut bagi suku Bajo dijadikan sebagai sumber kehidupan (panamamie ma di lao). Mereka mempunyai prinsip bahwa pinde kulitang kadare, bone pinde sama kadareyang berarti memindahkan orang Bajo ke darat, sama halnya memindahkan penyu ke darat.” Hal ini termuat dalam artikel Jurnal “Bapongka, Sistem Budaya Suku Bajo dalam Menjaga Kelastarian Sumber Daya Pesisir” (2017).
Teks kebudayaan suku Bajo coba dimunculkan dalam film ini. Salah satunya adalah latar yang benar-benar hidup: sebuah perkampungan di atas air laut dengan gaya bangunan dan bahan bangunan yang tradisonal; anak-anak pergi ke sekolah dengan mendayung perahu kecil, para bapak yang pulang melaut membawa hasil tangkapan, para ibu yang menjual hasil tangkapan, serta upacara setempat.
Memahami dari Luar
Suatu hari, rumah Pakis dipilih kepala desa untuk tempat menginap peneliti lumba-lumba asal Jakarta, Tudo (Reza Rahardian). Kehadiran pria tersebut direspon dingin oleh Pakis lantaran ia masih menanti ayahnya pulang. Namun, tiba-tiba ada pria lain menumpang di rumahnya.
Kemunculan Tudo dalam kisah ini mungkin memberi sudut pandang orang luar yang berusaha memahami kebudayaaan Bajo, sekaligus pemaknaan suku Bajo terhadap laut. Tudo takubahnya serupa penonton yang coba memahami kebudayaan Bajo lewat film ini.
Tudo si peneliti lumba-lumba coba mengeksplanasikan laut, sebuah pengetahuan yang bersifat rasio. Sementara itu, Pakis dan Lumo memandang laut lebih dari kelestarian. Pengetahuan yang mereka dapati bersumber dari pengalaman sehari-hari. Di dalam sebuah adegan, Pakis dan Lumo mampu menjelaskan laut dengan lancar kepada Tudo.
Di sisi lain, film ini menawarkan sudut pandang biosentris. Digambarkan, alam memiliki hak serupa manusia, misalnya air laut punya hak untuk tetap jernih, terumbu karang punya hak berkembang, dan ikan punya hak bersarang di terumbu karang. Hak-hak tersebut dipercayakan kepada masyarakat adat yang menempati suatu tempat. Dalam Laut Bercermin, lingkungan Wakatobi dipercayakan pada suku Bajo.
Film ini juga mengartikulasikan semangat kelestarian laut. Flm ini dapat merangkum isu-isu terkait lingkungan, seperti pengeksploitasian laut, yaitu aksi pengambilan sumber daya alam secara semena-semena. Ada juga isu ekowisata yang di satu sisi dapat mengancam lingkungan.
Akhirnya, Laut Bercermin memuat pemaknaan ulang terhadap laut. Film ini menampilkannya dengan intens dan metaforis. Selain itu, laut juga digambarkan memiliki hak untuk lestari yang dipercayakan pada masyarakat adat.
Penulis: Anggino Tambunan
Penyunting: Farhan Iskandarsyah