Review Film This Is Spinal Tap (1984): Mokumenter Rokumenter

0
1336
Review Film This Is Spinal Tap (1984): Mokumenter Rokumenter Rob Reiner

Gaya hidup bintang rok yang glamor dengan pakaian ketat menjadi ciri khas grup-grup musik pada tahun 1970-an hingga 1980-an. This Is Spinal Tap menangkap hal ini dalam mokumenter aneh yang sangat jenaka. Dengan mengikuti tur grup musik yang bernama sama dengan judul film ini, kita melihat kehidupan bintang rok dari sisi yang lain.

Bukan Pionir Mokumenter

Sebelum menyelami film ini, rasanya kita harus mengerti apa itu mokumenter. Mokumenter merupakan film fiksi yang direkam dengan gaya dokumenter. Artinya, mokumenter murni film fiksi, hanya saja gayanya mengikuti dokumenter. Gaya seperti ini mungkin lebih populer kita saksikan dalam serial televisi The Office yang pertama kali tayang di Inggris dan dibuat ulang versi Amerikanya yang jauh lebih populer.

This Is Spinal Tap memang bukan pionir mokumenter, tetapi film ini berperan besar dalam memopulerkan gaya unik tersebut. Fokus utama film ini ialah This Is Spinal Tap, grup musik rok fiksi yang namanya semakin pudar. Sutradara Rob Reiner yang juga berperan sebagai sutradara dokumenter dalam film ini, Marty DiBergi, mewawancarai satu per satu anggota grup musik tersebut serta mengikuti tur Amerika Serikat mereka dengan gaya ala dokumenter. Grup musik This Is Spinal Tap sendiri sudah lama takmenjalani tur AS karena penurunan kepopuleran mereka.

Perjalanan tur AS grup musik ini dililit berbagai masalah. Masalah pertama datang dari konsep sampul album mereka yang menuai kecaman. Walau takpernah ditunjukkan visualnya, disebutkan konsep sampul album mereka yang berjudul “Smell the Glove” menunjukkan gambar beberapa wanita yang menggunakan kerah anjing layaknya budak seks. Ini ditunjukkan saat manajer grup, Ian Faith (Tony Hendra) berdebat keras dengan seorang perempuan, dan berulang kali coba memertahankan sampul kontroversial tersebut, tetapi berulang kali juga perempuan tersebut memiliki argumen lebih kuat.

Menurut perempuan tersebut, sampul album musik takbanyak berpengaruh pada performa penjualan albumnya. Dengan memberi contoh White Album The Beatles yang hanya menggunakan sampul putih polos saja, takdisangka Ian ternyata terinspirasi. Akhirnya, album tersebut berwarna hitam polos. Lalu, saat ditunjukkan pada anggota grup mereka, reaksi kebingungan mengundang tawa penonton.

Keabsurdan yang Jenaka

Selain hal di atas, banyak sekali keabsurdan yang terjadi dalam film ini yang mengundang tawa. Misalnya, kematian para drummer Spinal Tap yang sangat absurd, mulai dari tersedak muntah orang lain hingga tiba-tiba meledak saat manggung. Perkaranya keabsurdan-keabsurdan dari balik panggung seperti ini kerap terjadi dan banyak musisi rok pada tahun 70-an yang mengalami hal serupa.

Walaupun jelas terasa komedi dalam film ini, penonton tidak diberi gambaran para anggota grup Spinal Tap tertawa terbahak-bahak. Tidak ada juga usaha melucu atau gaya komedi slapstick yang ditampilkan.Hal-hal yang terjadi dalam film ini murni dari kelucuan-kelucuan sehari-hari yang taksengaja dilakukan. Pakem komedi ini berbeda dari film-film komedi yang populer pada zaman itu layaknya Airplane! (1980) atau film-film buatan Monty Python.

Dengan gaya seperti ini, kita harus menangkap konteks komedi dalam film ini lebih dalam. Bahkan, dari setiap kebodohan salah satu tokoh yang mengundang tawa, ada wajah polos atau kebingungan. Hal ini kerap mengundang amarah tokoh lainnya. Saat kondisi emosional para tokohnya terlalu tinggi, unsur drama dimainkan. Kegagalan tur AS grup musik ini serta keretakan dua pentolannya, David (Michael McKean) dan Nigel (Christopher Guest) membuat kita bersimpati. Resolusi dari perselisihan keduanya pun membuat kita tersenyum.

Muka Musik Rok

Rasanya, apa yang ditangkap dalam film ini bukan hanya perjalanan grup musik Spinal Tap saja, tetapi merekam perjalanan musik rock n’ roll itu sendiri. Kita mendapat cerita tentang kejayaan grup ini pada tahun 70-an yang mampu mengundang belasan ribu penonton. Namun, pada tahun 80-an, mereka hanya menarik ratusan masa. Selaras dengan perjalanan musik rok yang pudar dan mulai digantikan dengan musik pop.

Pada awal film, kita diberikan kilasan tentang perjalanan grup This Is Spinal Tap. Mereka memulai kariernya sebagai grup skiffle layaknya The Beatles dan bergaya layaknya grup asal Liverpool itu pada pertengahan dekade 1960-an. Dengan rambut poni dilengkapi dengan jas seragam, gaya culun ini berbanding terbalik dengan gaya grup musik itu pada saat dokumenter film ini direkam. Mereka hadir dengan tampilan glamor, celana ketat, rambut panjang yang dicatok, dan identitas yang sangat menunjukkan grup musik rok pada tahun 1970-an.

Terlihat sekali bahwa skenario yang dibuat Rob Reiner dkk. ingin menunjukkan Spinal Tap sebagai muka perjalanan musik rok dari tahun 1965 hingga 1983. Disisipkan juga permasalahan layaknya The Beatles, adanya kekasih dari anggota grup yang mengganggu, serta dualisme dua pentolan grupnya. Selain itu, grup musik ini hanya menunggangi apa yang sedang populer saja. Pada masa-masa itu, memang rok menjadi musik yang paling populer. Ketika identitas mereka sudah melekat, mereka takbisa melepasnya dan akhirnya perlahan digerus zaman.

Keberhasilan This Is Spinal Tap dalam menangkap momen-momen nyata yang aneh menjadi satir yang jenaka membuat gaya mokumenter banyak diminati. Reiner dengan cermat menangkap keluguan para aktornya, terutama dalam wawancara konyol mereka. Dalam waktu tayang hanya 80 menit, kita bisa dengan jelas mengenal karakter-karakter menarik dalam film ini. Komedi supercerdas, film brilian, This Is Spinal Tap!

Infografik Review Film This Is Spinal Tap (1984): Mokumenter Rokumenter oleh ulasinema

Baca juga: Review Film Only (2019): Perasaan Melawan Logika

Penulis: Muhammad Reza Fadillah
Penyunting: Anggino Tambunan