Review Film Talk to Me (2022): Depresi, Delusi, Skizofrenia

0
236
Review Film Talk to Me (2022): Depresi, Delusi, dan Skizofrenia

Talk to Me, disutradarai oleh Danny Philippou dan Michael Philippou, membawa kita ke alam horor kompleks yang membicarakan tentang depresi, delusi, dan skizofrenia. Ketiga hal yang kerap dikaitkan ke dunia supernatural ini memang bukan tema baru dalam film-film horor. Bagaimanapun, Philippou bersaudara, yang dikenal sebagai YouTuber asal Australia dengan nama RackaRacka, melahirkan kisah intens nan pagan.

Kisah horor dari Australia ini berpusat kepada perempuan berusia 17 tahun bernama Mia (Sophie Wilde). Mia, seusai dua tahun kematian ibunya karena overdosis obat tidur, masih belum sepenuhnya menerima kepergian ibunya dan takmampu berkomunikasi dengan ayahnya, Max (Marcus Johnson). Ia pun memilik tinggal bersama sahabatnya, Jade (Alexandra Jansen).

Suatu waktu, Mia, Jade, dan adiknya, Riley (Joe Bird), datang ke pesta gila Hayley (Zoe Terakes) dan Joss (Chris Alosio). Dalam pesta tersebut, Hayley dan Joss memiliki patung tangan dari keramik dengan banyak coretan. Jika seseorang menjabat tangan tersebut dan mengucapkan kata “talk to me (bicaralah kepadaku)”, orang itu bisa melihat hantu. Terlebih lagi, jika orang yang menjabat tangan tersebut berkata “I let you in (kuizinkan kau masuk)”, ia akan dirasuki oleh hantu tersebut.

Mia, yang pada pesta tersebut tertarik dirasuki hantu, mulai terobsesi dengan benda tersebut. Sementara itu, Riley yang dalam masa remajanya menginginkan pembuktian diri, ingin menunjukkan keberaniannya dengan menjabat tangan benda tersebut. Keesokan harinya, Joss dan Hayley pun datang ke rumah Jade dan kekacauan terjadi kala Riley dirasuki sosok yang mengaku sebagai ibu Mia, Rhea (Alexandria Steffensen).

Terlalu lama dirasuki, Riley pun menggila dan membenturkan mukanya hingga hancur. Ia pun dirumahsakitkan. Kekacauan ini membuat Mia dibenci Jade dan ibunya, Sue (Miranda Otto). Mia pun takdibolehkan tinggal dirumah sahabatnya lagi dan dipulangkan ke rumah ayahnya, Max. Dari sanalah kegelapan dimulai.

Pengaitan Horor dengan Psikis: Pertarungan Kepercayaan Kolot & Modern

Kembar Philippou menantang penonton untuk hadir dalam kisah yang kelam tanpa berusaha untuk menjadi terlalu seram. Latarnya modern, kehidupan remaja suburban yang kerap menggila untuk bersenang-senang. Kisahnya pun lurus, tanpa kejutan dan takbanyak adegan-adegan mengejutkan hanya untuk menakut-nakuti penonton.

Bagaimanapun, dalam debutnya, Philippou bersaudara cermat dalam menghadirkan nuansa mencekam 90 menit. Poin utamanya ialah cekaman. Mereka menjaga intensitas dengan menghadirkan hal-hal menyeramkan sekaligus menjijikan sehingga membuat penonton taknyaman berada di bangkunya.

Belum lagi, Mia, karakter utama, hadir sebagai ancaman utama karakter-karakter lainnya dalam film ini. Mia ialah korban keadaan: keadaan masa lalu yang kelam membuatnya depresi dan terisolasi. Hal ini menjadikannya sebagai pribadi yang berbeda dengan remaja seumurannya. Ketika dirinya didepak dari kenyamanan keluarga Jade, ketersendirian menghimpit, delusi menerka, skizofrenia pun akhirnya menjadi teman sehari-hari.

Adapun, makna kata “talk to me” dan “I let you in” menjadi kiasan bagi Mia untuk menenggelamkan diri ke kolam depresi dan membiarkan delusi menguasainya. Khayalannya pun spesifik: sosok ibunya yang menuntunnya ke dalam kegelapan.

Padahal, Mia awalnya diperkenalkan sebagai karakter yang berbanding terbalik dari kekejaman. Pada adegan awal, ia enggan membunuh kangguru yang sekarat, tetapi pada akhir film ia malah bertindak kejam dalam kuasa delusi. Sebaliknya, Riley yang meminta Mia membunuh kangguru itu, perlahan disingkap bahwa sosoknya “lembek” dan sepanjang film ditampilkan ingin membuktikan ketangguhannya.

Selain itu, menariknya, tindakan Riley membenturkan mukanya dirasionalkan oleh ibunya, Sue. Sue menganggap kejadian tersebut layaknya tantrum yang lahir dari Riley yang belum mampu menguasai dirinya, bukan karena kerasukan. Talk to Me pun hadir dalam dua kepercayaan: kepercayaan akan supernatural yang kerap dianggap usang dan kepercayaan modern yang merasionalkannya dengan gangguan psikis. Entah mana yang benar, yang pasti kembar Philippou berhasil mengawinkan dan mempertentangkan keduanya dalam film ini. Walaupun pada beberapa momen pembawaannya agak sumbang dan terlalu lurus, duo sutradara ini menampilkan banyak cekaman yang apik dalam debutnya yang solid.

Infografik Review Film Talk to Me (2022): Depresi, Delusi, dan Skizofrenia

Baca juga: Last Night in Soho (2021) – Mainan Baru Edgar Wright

Penulis: Muhammad Reza Fadillah
Penyunting: Anggino Tambunan