Ad Astra merupakan film terbaru dari sutradara James Gray yang didampingi oleh aktor senior, Brad Pitt. Film ini mengajak kita berkelana ke luar angkasa, mengilas sedikit kondisi masa depan dalam petualangan mencekam. Walaupun mengambil skala besar, Ad Astra terasa begitu personal.
Pada masa depan yang tidak begitu jauh dari sekarang, manusia bekerja keras mencari makhluk cerdas selain dari bumi. Roy McBride, astronot SpaceCom milik Amerika Serikat yang sedang bertugas mereparasi satelit, hampir meninggal karena guncangan hebat dari planet Neptunus. Usai diselamatkan, Roy dikejutkan oleh berita bahwa ayahnya, seorang astronot tersohor, Clifford McBride masih hidup.
Roy pun diminta SpaceCom menjalani misi rahasia untuk mencari ayahnya yang diduga saat ini terlibat dalam kejadian aneh di Neptunus. Dalam perjalanan menjelajah luar angkasa, misteri dikupas perlahan-lahan danmembuat Roy meragukan tujuan perjalanannya, hingga misteri besar yang menyangkut ayahnya. Di tengah perjalanannya, Roy mengalami krisis identitas.
Menyaksikan Ad Astra dan mengharapkan film fiksi sains petualangan ruang angkasa dalam film-film beberapa tahun terakhir memang tidak serupa. Sebut saja film-film seperti Gravity (2013), Interstellar (2014), The Martian (2015), Passengers (2016) atau First Man (2018) James Gray mengambil jalan lain ketimbang film-film tersebut. Sutradara ini tidak secara lugas menarasikan kisah petualangan Roy sehingga banyak ruang yang harus diinterpretasi oleh penonton.
Skala besar petualangan luar angkasa yang melibatkan pencarian makhluk asing yang cerdas justru menjadi sesuatu yang sangat personal. Kisah ini merupakan kisah Roy yang diperankan oleh Brad Pitt. Roy digambarkan sebagai sosok yang mungkin tidak berbeda dari robot. Dirinya tidak memiliki perasaan, tidak memiliki tujuan, dan hidup hanyalah misi demi misi. Hal yang membuatnya melekat dengan bumi, yakni mantan kekasihnya Eve (Liv Tyler) tidak terlalu ia hiraukan.
Dilibatkan dalam misi yang berkaitan dengan ayahnya justru membuat Roy mengeluarkan sisi dalam dirinya yang tidak pernah ia rasakan. Ia mulai bernostalgia, mengais-ngais sedikit kenangan yang ia miliki bersama ayahnya. Mulai saat itu, Roy dianggap tidak pas untuk menjalankan misi besar ketika dirinya harus membunuh ayahnya. Emosinya mulai terlihat, dirinya bukan lagi seorang astronot SpaceCom, melainkan Roy McBride, anak dari Cliff McBride.
Roy harus menempuh perjalanan jauh seorang diri, mempertanyakan identitasnya, dan merangkum hubungannya dengan ayahnya. Sesampainya di pesawat ruang angkasa ayahnya dan bertemu Cliff, Roy menemukan memperjelas identitasnya. Neptunus memang jauh, tetapi perjalanan tersebut diperlukan Roy untuk menjadi dirinya, mengetahui posisinya di luar angkasa ini.
Narasi seperti ini mungkin akan berbeda jika diceritakan oleh penonton film lainnya. Ruang besar untuk menginterpretasi film seperti inilah yang ingin diartikulasikan oleh James Gray. Alih-alih bernarasi dialog atau aksi yang padat, para penonton lebih banyak diajak berkutat dalam alam sadar Roy yang tanpa henti berpikir dan meragu.
Dengan film yang begitu berpusat pada tokoh Roy dan mengajak penonton berkelana dalam alam sadarnya, Brad Pitt memerankannya dengan manis. Pemilihan Brad Pitt sebagai Roy memang pilihan yang tepat, aktor ini punya karisma besar saat ia berdiam. Di lain sisi, satu tetes air mata yang membasahi pipi aktor ini bahkan bisa menunjukkan emosi yang meluap-luap. Brad Pitt dapat menggambarkan “kekosongan diri” Roy dengan sempurna.
Banyaknya adegan yang sepi dan tempo film yang begitu lambat mungkin bisa jadi pedang bermata dua. Ad Astra bukanlah hiburan konvensional, melainkan film yang mengajak penonton berpikir selama dua jam. Untungnya, James Gray menyadari hal ini. Dengan tempo film yang begitu lambat, banyak diselipkan adegan-adegan menegangkan untuk memperkaya nuansa mencekam yang harus dihadapi dalam bertualang ruang angkasa pada masa depan.
Di lain sisi, visual Ad Astra sangat menghibur. Film luar angkasa pasti akan mengandalkan visual menarik yang dapat memikat para penonton. Cara tampilan visual ini biasanya diterapkan dalam indahnya gambaran luar angkasa tersendiri atau malah menunjukkan betapa menawannya bumi bulat yang berpijar biru. Ad Astra memiliki hal ini, tetapi tidak hanya mengandalkan hal ini saja. Tampilan masa depan diperlihatkan sedikit demi sedikit dalam perjalanan Roy. Rekonstruksinya tidak berlebihan, agar dapat menggambarkan masa depan yang tidak terlalu jauh dari sekarang. Yang memikat justru kondisi dalam ruangan saat Roy berada di Mars. Warna lampu neon dan proyeksi gambar alam di ruang sempit dengan arsitektur kontemporer mengingatkan kita pada keindahan visual film Blade Runner 2049 (2017).
Jangan harapkan Ad Astra akan menghibur Anda selama dua jam dengan petualangan menegangkan seperti film-film bertemakan luar angkasa lainnya. Siapkan diriAnda dalam keadaan kosong, lalu isilah dengan hal-hal berbau eksistensialisme yang diberikan James Gray dalam film ini. Ad Astra bisa mengisi otak Anda yang haus, atau bisa membuat Anda tertidur di bioskop.
Sumber Gambar: IMDb.com
Penulis: Muhammad Reza Fadillah
Penyunting: Anggino Tambunan