ulasinema.com dan komunitas seni Atelir Ceremai menghelat diskusi film bertajuk Parasite dan Kesenjangan Sosial pada Jumat sore (20/9) di Rawamangun, Jakarta Timur. Selama diskusi, Parasite memberikan peluang penafsiran dan sudut pandang yang beragam.
Film Parasite, berjudul asli Gisaengchung (2019), merupakan film garapan Bong Joon-hoo. Sineas asal korea ini secara apik menampakkan kesenjangan sosial yang ekstrem di Korea, yang juga termasuk isu di beberapa negara. Bong tidak menunjukkannya dengan sentimen habis-habisan orang kalangan bawah terhadap orang kalangan atas, atau sebaliknya. Ia membungkusnya dengan tragedi-komedi yang divisualkan dengan “pertemuan” keluarga kaya dan keluarga miskin. Si miskin secara “pintar” menipu si kaya.
Penonton melihat hal yang paradoks pada penokohan: ada keluarga miskin yang “cerdas” dan keluarga kaya yang “polos”. Kesenjangan sosial dan literasi pendidikan terlihat jelas di dua keluarga tersebut. Penonton cenderung simpati pada kedua keluarga dengan porsi yang berbeda-beda. Isu ekonomi membuat kita mewajari aksi “licik” keluarga miskin terhadap si kaya. Di sisi lain, isu literasi dan kepandaian yang rendah pada keluarga kaya membuat kita cenderung agak simpati dengan mereka.
Apabila dicocokan dengan realitas saat ini, isu tersebut dapat juga kita temui di Jakarta. Bukan hal yang aneh jika kita melihat pemandangan gedung pencangkar langit dan rumah kumuh dan semipermanen berdekatan. Ada kesenjangan sosial yang begitu jauh. Selain itu, tentu kita tidak lupa dengan fenomena manusia pipa yang mengegerkan. Beberapa orang memilih tinggal di sebuah pipa PDAM di kawasan Tanah Abang. Film Parasite merupakan imitasi yang berhasil dari realita.

Kiasan-kiasan
Bau seolah menjadi metafor yang diulang-ulang pada film. Dari semua indra, penciuman digambarkan memiliki ketajaman dalam membedakan mana kaya, mana miskin. Dalam Parasite, kita melihat “akrobatik” si miskin dalam menyamar. Sentuhan, tatapan, pendengaran, dan pengecapan palsu dari si miskin sulit diterka. Namun, anak dari keluarga si miskin dapat mengenali penyamar di rumahnya dari penciumannya; ia menyium bau yang sama di keluarga miskin.
Soal bau, kita punya idiom yang populer, sepandainya menyimpan bangkai, akhirnya akan tercium juga. Bau mungkin merupakan semiotik dari keawasan ataupun kecurigaan. Soal bau juga dapat kita lihat pada kejituan anjing pelacak menebak tersangka. Dilain hal, kita juga dapat menyebut sebuah film bertema imigran, Border (2018). Dalam film tersebut dikisahkan seorang petugas imigrasi mampu membaca kejahatan dengan cara mengendus seseorang.
Dalam Parasite, keluarga miskin sadar bahwa mereka mulai tercium. Mereka akali dengan sabun yang berbeda-beda. Namun, hal tersebut digambarkan sia-sia. Apabila si kaya sudah membicarakan bau, si miskin mulai mencium dirinya. Bahkan, bentuk demonstratif kejijian atas tubuh si miskin dapat membuat si miskin marah begitu hebat. Hal tersebut kita dapatkan di adegan menjelang akhir: si miskin membunuh si kaya sebab “bau” .
Selain bau, penonton dibuat bertanya-tanya apa makna batu yang dipegang keluarga miskin di dalam film. Hal tersebut dapat ditarik ke isu supranatural yang membuat keluarga si miskin menghadapi masalah. Di lain hal, kita dapat bentuk keabsurdan. Layaknya Sisipus yang dikutuk untuk membawa batu ke atas gunung lalu menggelindingkannya kembali, kemudian ia lakukan berulang kali. Hal tersebut metafora dari kemustahilan kita dalam memangkas kesenjangan sosial. Juga, hal tersebut terjadi pada usaha si miskin menjadi si kaya yang takpernah terjadi.
Beragam penafsiran
Semakin malam, acara yang dimoderatori Aulia Imam dari Atelir Cermai ini membuka celah sudut pandang yang beragam. Kita melihat isu pertentangan kelas yang secara nyata digambarkan dalam film. Salah satunya, kita melihat cara dua keluarga miskin berkonsolidasi, meski gagal, dalam menghadapi si kaya. Sebenarnya isu ini juga dapat kita temukan pada karya Bong lainnya: Snowpiercer (2013) dan Okja (2017). Pria lulusan sosiologi ini mampu menampakkan isu sosial budaya secara menarik.
Selain isu pertentangan kelas, kita bisa melihat isu gender pada dua keluarga miskin, peranan perempuan sangat dominan. Sang suami mandek dalam mencari penghasilan. Sang istri dan keluarga terseret dalam penyamaran untuk menyedot semua hal dari si kaya. Si istri berjuang untuk melindungi yang terkasih. Akhirulkalam, banyak hal yang bisa kita diskusikan dari Parasite.
Ulasinema merupakan media berita film, review film, dan ulasan film berperspektif variatif dan unik. Kunjungi ulasinema.com untuk informasi serba-serbi film terbaru. Ikuti juga Instagram, Twitter, dan laman Facebook kami.
Penulis: Anggino Tambunan