Review Film Bebas (2019): Berkelana Bersama Kenangan Vina

1
2898

Film Bebas mengajak kita bernostalgia pada tahun ‘90-an. Film karya Riri Riza ini diadaptasi dari film Korea Selatan berjudul Sunny (2011). Dalam adaptasinya, Riri Riza coba melokalisasi Bebas menjadi film Indonesia dan usahanya mungkin tidak sia-sia.

Salah satu problem yang harus dihadapi oleh sineas saat mengadaptasi sebuah film, yaitu pertanyaan mengenai keperluan mengadaptasi film itu tersendiri. Kebanyakan film adaptasi hanya mengubah bahasa yang diucapkan para aktornya saja sehingga hal-hal lain yang esensial dalam film luput. Problem inilah yang perlu dituntaskan oleh Riri Riza saat mengadaptasi film Sunny menjadi film Bebas.

Sunny

Mari bicarakan film Sunny terlebih dahulu sebelum membahas film Bebas lebih jauh. Film Sunny merupakan film Korea Selatan yang gaya bernarasi filmnya sudah tidak asing lagi bagi kita. Film ini berkisah tentang seorang wanita bernama Na-mi (Yu Ho-Jeong) yang diminta temannya, Choon-hwa (Jin Hee-kyung), untuk mengumpulkan teman-teman satu geng SMA-nya. Permintaan Choon-hwa harus dituruti Na-misebab wanita paruh baya tersebut divonis kanker dan hidupnya tersisa dua bulan lagi.

Na-mi pun perlahan menemukan teman-temannya satu per satu. Kejadian ini membuat Na-mi kembali bernostalgia, mengingat masa-masa uniknya di SMA sebagai siswi pindahan dari pedesaan. Film Sunny memiliki unsur komedi yang bisa membuat Anda tertawa cukup keras. Di sisi lain, film ini memiliki drama yang kuat sehingga nuansa narasi Korea Selatannya begitu terasa. Sayangnya, film ini kadang kesulitan memosisikan dirinya kapan harus berkomedi dan kapan harus berdrama sehingga beberapa adegan kurang efektif.

Bebas

Mengadaptasi film Sunny yang terasa begitu Korea, menjadi tugas besar bagi penulis skenario, yakni Gina S. Noer dan Mira Lesmana yang juga merangkap sebagai produser. Belum lagi nuansa film Korea yang begitu kental dalam film Sunny juga harus diartikulasikan ulang oleh Riri Riza agar berhasil menjadikan Bebas sebagai film Indonesia. Jika tugas berat ini gagal dilakukan maka adaptasi film akan terasa sia-sia saja.

Dalam hal plot, Bebas sebenarnya sangat setia dengan Sunny. Dari awal hingga akhir, plot begitu mirip. Skenario Sunny yang sudah baik memang tidak perlu banyak diutak-atik, tinggal penuansaan hingga lokalisasi saja yang menjadi tugas besar bagi tim produksi Bebas. Tugas besar ini sepertinya dijalani dengan santai oleh tim produksi Bebas. Beberapa rekonstruksi memang mirip dan agak jauh dari masyarakat Indonesia. Contohnya dalam adegan-adegan penunjukan kehidupan Vina dewasa (Marsha Timothy) di rumahnya yang memiliki kesan begitu Korea. Selain itu, adegan Vina muda (Maizura) mengikuti Jaka (Kevin Ardilova) di bar juga masih sangat serupa dengan Sunny. Selain adegan-adegan ini, Bebas hampir tidak terasa seperti film adaptasi.

Nuansa yang diberikan oleh film Bebas begitu lokal, terutama rekonstruksi 1995-nya, tetapi kekurangannya juga ada. Ada usaha yang berlebihan pada unsur musik pada setengah awal film. Selain unsur musik yang terlalu berlebihan, setengah awal film Bebas memang tidak semengesankan Sunny. Perkaranya, ada di perpindahan shoot yang terlalu cepat sehingga mengganggu nuansa drama film. Selain itu, banyaknya candaan yang memaksa membuat penonton kurang nyaman menikmatinya.

Bagaimanapun, kekurangan-kekurangan pada awal film dapat diobati dengan baik memasuki setengah akhir film. Tempo film menjadi pas, perpindahan adegan terasa manis alunan musiknya terasa sangat mengalir. Musik-musik klasik tahun ‘90-an yang diperdengarkan pada setengah akhir film memberikan nuansa nostalgia yang kuat. Akhiran Sunny yang terkesan klise justru ditampilkan dengan jauh lebih baik oleh Bebas sehingga penonton diberikan kesan kuat usai menonton.

Review Film Bebas

Dari semua jajaran pemeran, mungkin yang agak kurang aktingnya, yakni Indy Barends. Karakter ini tampil untuk menghidupkan sisi komedi film, tetapi banyak humornya yang terkesan memaksa dan gagal. Cara dialog cepatnya di film dieksekusi dengan kurang baik. Untungnya, sisi komedi film ini berhasil dijaga oleh Baim Wong. Peranan Baim sebagai Jojo yang ceria dan agak feminin, yang tokohnya bahkan tidak ada di film Sunny, menghidupkan humor yang pas. Salah satu momen terbaiknya, yaitu saat dirinya menahan luapan kegembiraan dengan bertindak “sok” profesional di hadapan Vina dan Jessica dewasa.

Untuk akting pemeran utama, yakni Marsha Timothy, sebagai Vina dewasa, ada sisi bagus dan ada sisi kurangnya. Sisi kurangnya, kesan kaku Vina dewasa yang ditampilkan Marsha Timothy membuat dialognya agak tertahan-tahan dan kurang natural. Namun, cara aktris ini beraksi saat Vina dewasa bernostalgia, mengenang masa-masa remajanya bersama geng Bebas dan berkelana ke sisi-sisi kota Jakarta, menjadi nilai plus film ini yang tidak begitu ditampilkan oleh Sunny.

Keseluruhan, film Bebas berhasil mengungguli kualitas film orisinalnya, yaitu Sunny. Alunan drama yang pas, terutama pada setengah akhir film, dan lokalisasi yang baik menjadi nilai utama film Bebas. Dalam momen yang tepat, nuansa film Bebas bisa menjadi senjata ampuh untuk bernostalgia di bioskop.

Baca juga: Review Film Akhir Kisah Si Doel

Penulis: Muhammad Reza Fadillah
Penyunting: Anggino Tambunan