Saga Jurassic sebenarnya takbanyak menawarkan hal baru selain ketegangan dan kejar-kejaran dengan dinosaurus. Pada Jurassic World: Dominion (2022), perkaranya pun sebenarnya serupa lima film sebelumnya, yang diawali dari Jurassic Park (1993). Namun, masih banyak dari kita yang ke bioskop untuk melihat dinosaurus saja.
Hal yang ditawarkan oleh Dominion sebenarnya hanyalah repetisi dari lima film sebelumnya. Hanya saja, kali ini efek visualnya saja yang terlihat lebih baik dan lebih banyak memakai animatronik ketimbang dua film Jurassic World sebelumnya. Sayangnya penggemar lama mungkin sudah terjebak dengan rasa suka kepada animatronik kaku yang ditawarkan Jurassic Park yang lebih memberi kesan realistis.
Selain segi visual, aksi-aksi di Dominion juga apik. Yang paling penting ialah ketegangan trilogi awal Jurassic Park seakan kembali di film ini, hal yang hilang dalam dua film awal trilogi Jurassic World. Selain memberikan salah satu set aksi terbaik, yang paling menarik ialah integrasi para dinosaurus yang terus-menerus memberikan ketegangan yang berbeda-beda.
Bedanya dari film sebelumnya, takhanya satu dinosaurus saja yang jadi pusat kengerian film ini. Ada berbagai dinosaurus baru yang diperkenalkan, walaupun hal ini nantinya menghilangkan rasa ikonik dari T-Rex atau Velociraptor dari film orisinilnya, atau bahkan kengerian Spinosaurus pada film Jurassic Park III (2001). Satu-satunya dinosaurus yang ikonik dalam film ini mungkin Therizinosaurus.
Ketimbang Fallen Kingdom (2018) yang terkesan dipanjang-panjangkan dari Jurassic World (2015), Dominion masih melanjutkan permasalahan pendahulunya. Beberapa karakter pun diberi ruang bukan hanya untuk ikut-ikutan saja, mereka berkembang. Terutama peranan Dr. Henry Wu (BD Wong) yang memiliki perjalanan menarik dan perkembangannya paling baik pada trilogi terbaru ini.
Bagaimanapun, dari segi plot dan transisi setiap cerita, garapan Derek Connolly, Colin Trevorrow, dan Emily Carmichael ini lumayan kacau balau. Sekitar 45 menit awal semuanya seakan terburu-buru. Tujuannya ingin menggambarkan kekacauan dunia dan membentuk konflik cerita agaknya gagal. Setiap adegan terasa lompat ke sana ke mari sehingga terasa takberarti. Alhasil, problematikanya terasa takbegitu penting.
Selain Wu dan Ramsay Cole (Mamoudou Athie), karakter-karakternya terasa kosong. Kehadiran kembali trio ilmuwan dari film pertama, Ellie Sattler (Laura Dern), Alan Grant (Sam Neill), dan Ian Malcolm (Jeff Goldblum) hanya untuk melayani penggemar lama saja. Ellie dan Alan memang diberikan tujuan dalam cerita ini, tetapi makin berkembangnya cerita, makin terasa juga bahwa yang mereka lakukan takberarti lebih, selain mengumpulkan trio lama ini saja.
Selain keduanya, Ian terasa paling parah. Kehadirannya terasa paling kosong dan beberapa dialognya hanya candaan yang kesannya terlalu memaksa. Selain dialognya saat memberikan seminar dan dialog-dialog cerdik bersama Ellie di awal, para penulis skenario seakan lupa kalau Ian ialah seorang doktor.
Sementara bagi Chris Pratt dan Bryce Dallas Howard, keduanya memang memberikan aksi-aksi enerjik. Namun, dua karakter yang jadi pusat trilogi ini justru sejak film pertama takmenarik dan lengkap dengan akting yang biasa saja. Kehadiran mereka pun dalam film terakhir ini hanya untuk tegang-tegangan saja.
Bagi film yang seakan memberi janji kekacauan integrasi dinosaurus ke dunia manusia masa kini, Dominion terasa sedikit berbohong. Selanjutnya, problematikanya justru berfokus kepada manusia dan kehadiran dinosaurus hanya sebagai pemberi ketegangan semata. Padahal, yang menjadi magnet utama filmnya ialah dinosaurus. Walaupun terkesan repetitif dan plot ceritanya kacau-balau, Jurassic World: Dominion setidaknya memberikan ketegangan yang menarik. Masalahnya, Anda harus bersabar selama lebih dari setengah jam hingga ceritanya mengangkat dan ketegangannya baru terasa.
Baca juga: Godzilla vs Kong (2021) – Epik!
Penulis: Muhammad Reza Fadillah
Penyunting: Anggino Tambunan