Like Someone in Love (2012): Kesepian pada Usia Senja

0
2065
Like Somone in Love (2012) Kesepian pada Usia Senja

Sutradara asal Iran, Abbas Kiarostami, memaknai kembali kesepian dan hasrat pada usia lansia. Dalam film Like Someone in Love (2012), ia tidak menggambarkannya dengan melodrama. Namun, ia menunjukkannya dengan kecanggungan: tragedi dan komedi yang dikawinkan.

Rumitan utama Like Someone in Love (2012) bermula dari pertemuan antara Akiko dan Takashi Watanabe. Takashi digambarkan sebagai profesor yang gerakannya sudah lamban dan penuh uban di kepalanya. Adapun Akiko merupakan seorang mahasiswi yang gesit. Akiko datang ke rumah Takashi pada malam hari sebagai perempuan panggilan.

Sesampainya di rumah, Akiko disambut Takashi dengan obrolan hangat dan sebotol anggur. Keduanya asyik berbincang tentang lukisan perempuan yang tertempel di ruang tamu. Kemudian, dengan inisiatif, Akiko pergi ke ruang tidur Takashi.

Takadashi Okuno dan Rin Takanashi dalam Like Someone in Love

Perihal sensual yang ada di dalam film ini sungguh berbeda dengan novel karangan Yasunari Kawabata yang berjudul House of the Sleeping Beauties (1961). Dalam kisah tersebut, lelaki yang sudah tua bernama Eguci sering mampir ke Rumah Perawan untuk tidur di samping perempuan muda. Sebelum masuk ke kamar, perempuan muda di tempat itu telah diberi obat tidur. Eguci memandangi tubuh perempuan tersebut untuk membuyarkan ketakutannya akan ajal seraya mengingat-ingat kehidupannya di masa silam.

Dalam Like Someone in Love, Takashi dikisahkan tinggal seorang diri. Sehari-hari, ia sibuk dengan tulis-menulis serta kerja terjemahan. Berbeda dengan Eguci di novel karangan Kawabata, Takashi lebih ingin mengobrol dengan Akiko di ruang tengah daripada beraktivitas di ruang tidur atau memandangi tubuh Akiko. Seolah-olah, Takashi hanya ingin dicintai dengan perhatian yang lembut. Kebutuhan Takashi ialah pemuasan psikisnya bukan jasmaninya. Uniknya, sepanjang film, Kiarostami tidak menebalkan kondisi kesepian Takashi dengan adegan-adegan yang menyedihkan.

Penokohan Takashi yang sudah lansia serupa dengan Dr. Isak, dalam film Swedia, Wild Strawberries (1957). Dalam film tersebut, sutradara asal Swedia, Ingmar Bergman menunjukkan bahwa untuk menghalau kesepian pada masa tua, baik secara sadar maupun tidak sadar, manusia akan mengaktifkan nostalgia masa kanak dan remaja yang membahagiakan. Dalam film tersebut, Dr. Isak bermimpi bahwa ia bertemu dengan cinta pertamanya, Sara, yang digambarkan muda dan ekspresif. Dalam Like Someone in  Love, Takashi menyiapkan sebotol anggur, sepasang lilin, dan meja yang tertata rapi sebelum Akiko datang. Akiko disambut layaknya seorang kekasih.

Tragedi dan Komedi
Dalam Like Someone in Love (2012) Tokoh sentral bukanlah Takashi, melainkan Akiko. Dengan adegan-adegan tersirat, dikisahkan bahwa Akiko telah meninggalkan keluarganya dan tinggal sendiri di Tokyo. Penokohannya sangat rapuh: mudah terombang-ambing psikisnya. Di sisi lain, Akiko memiliki kekasih yang sangat posesif dan temperamental. Kekasihnya, Noriaki, tidak pernah tahu bahwa Akiko merupakan perempuan panggilan.

Suatu hari Takashi dan Akiko tertangkap mata oleh Noriaki saat mengantarkan Akiko ke kampus. Noriaki menyangka Takashi sebagai kakek Akiko sehingga tidak ada kecurigaan. Kemudian, ketiganya semobil dan berbincang-bincang dengan canggung. Adrenalin Akiko membuncah, sedangkan Takashi lebih tenang menjalankan peran dadakannya sebagai kakek Akiko. Salah satu cara Takashi menenangkan Akiko, yaitu dengan ucapkan “yang terjadi, terjadilah”. Konflik di dalam mobil tersebut seolah menghidupkan kembali hasrat menjalani hidup Takashi; masalah yang membuatnya “terguncang”.

Terjebaknya ketiga tokoh dalam mobil juga dapat ditempatkan sebagai komedi. Tragedi hidup terdapat pada Akiko yang merahasiakan dirinya sebagi perempuan panggilan, Takashi yang sangat sukses dalam akademis, tetapi sangat sulit melawan kesepian pada masa tua, dan Noriaki yang amat posesif dengan Akiko. Uniknya—bisa dikatakan lucunya—ketiganya bekumpul dalam situasi yang menganehkan dan sangat canggung. Akiko dan Takashi bersandiwara dadakan.

Film yang mengambil latar di Jepang ini menunjukkan bahwa kesepian pada usia tua bukan lagi pemuasan jasmani untuk mengalihkan datangnya ajal, melainkan pemuasan psikis. Takashi sangat ingin mengobrol banyak sekali, bertukar kisah, dan tertawa hingga hari yang menjemputnya datang. Barangkali, cinta tetap membuat manusia menjadi muda. Tanpa cinta, manusia menjadi tua renta dan lenyap karena kesepian.

Penulis               : Anggino Tambunan
Penyunting         : Muhammad Reza Fadillah
Sumber gambar : IMDb.com