Selain berpikir dan bekerja dalam menjalani hidup, manusia juga makhluk yang bermain. Salah satunya adalah “permainan” merebut hati kekasih hingga “memainkan” peran dalam rumah tangga. Ide ini terangkum secara terang dalam film roman asal Thailand: ATM Er Rak Error (2012).
Dikisahkan, di sebuah bank asal Thailand, ada aturan khusus: antarkaryawan dilarang menjalin asmara dan mempunyai ikatan perkawinan. Jib (Preechaya Pongthananikorn), sebagai atasan, punya kewenangan memproses bawahannya yang melanggar. Jib akan meminta salah satu dari pasangan yang “terdeteksi” agar mengundurkan diri. Namun, paradoksnya, Jib diam-diam berpacaran dengan salah satu bawahannya, Sua (Chantavit Dhanasevi).
Suatu hari, terdapat kasus unik: salah satu ATM bank di daerah Bangkok mengeluarkan uang dua-kali-lipat karena eror. Keduanya memutuskan untuk menyelesaikan kasus dengan melacak nasabah yang melakukan transaksi. Jib punya tantangan: apabila Sua berhasil menyelesaikan kasus, keduanya akan menikah, lalu ia mengundurkan diri dan apabila Jib menang maka sebaliknya. Permainan dimulai. Adegan “bermain” keduanya dalam misi pelacakan ini sukses mengocok perut.
Film garapan Mez Tharatorn ini menyingkap bahwa manusia selalu memiliki kegiatan “bermain” dalam hidupnya, secara sadar atau sering kali tidak sadar. Salah satunya adalah “permainan” menjalin hubungan. Alih-alih keduanya duduk bersama serta mencari solusi dengan “kepala dingin”, keduanya justru larut dalam suasana permainan. Segala cara dilakukan keduanya untuk mengalahkan satu sama lain. Alhasil, hubungan mereka terancam.
Kisah-kisah “Permainan” Serupa
Kisah Jib-Sua menegaskan manusia selalu butuh aktivitas “bermain” dalam mengisi hidup. Jauh sebelum film ini, kisah “permainan” dalam menjalin cinta banyak kita dapati dalam kesusastraan, misalnya legenda Roro Jongrang yang menantang seorang laki-laki, Bandung Bondowoso, untuk memenuhi syarat menikah: membuat seribu candi. Ada pula kisah Sangkuriang: untuk menggagalkan pernikahan yang terlarang, seorang ibu, Dayang Sumbi, menantang anaknya, Sangkuriang, untuk membuat perahu besar. Dalam kisah tersebut, digambarkan laki-laki menyetujui tantangan tersebut meskipun dirasa mustahil.
Berbeda dengan tokoh laki-laki dalam legenda tersebut, tantangan yang diberikan Roro Jongrang dan Dayang Sumbi merupakan jalan keduanya untuk menghindari kehendak yang takmereka inginkan dan satu-satunya kesempatan yang mereka miliki untuk mengalahkan ambisi Bandung Bondowoso dan Sangkuriang. Dalam kedua cerita, perempuan digambarkan tidak punya peluang yang lebih besar daripada laki-laki dalam permainan. Bahkan, dalam epos Mahabarata, Pandawa kehilangan istri mereka Drupadi sebab permainan dadu dengan Kurawa. Drupadi sebagai perempuan yang setia dijadikan objek yang “dipermainkan”, sebagai bahan taruhan laki-laki.
Pada film ini, ada gambaran yang berbeda. Jib-Sua digambarkan memiliki peluang yang sama besar. Ada “permainan” yang seimbang meskipun keduanya berbeda dalam jabatan pekerjaan dan gender. keduanya “bermain” lepas dan menyajikan rangkaian kelucuan. Jib-Sua, sepanjang film, menghalalkan berbagai cara unik untuk mengalahkan satu sama lain, misalnya Sua yang mencampur obat tidur ke minuman Jib, Jib yang melaporkan calon suaminya, Sua, sebab menyamar sebagai polisi, dan tindakan yang takterbayangkan lainnya. Tentu hal tersebut dimunculkan sebab kebutuhan komedi. Di sisi lain, akrobatik yang kita lakukan dalam keseharian yang kadang kita anggap biasa mungkin komedi, serupa Jib-Sua.
Di samping itu, ATM Er Rak Error juga mengingatkan kita dengan film ikonis Indonesia: Kejar Daku Kau Kutangkap (1986) garapan Chaerul Umam. Ramadhan dan Ramona adu gengsi dan saling uji, mulai dari pendekatan hingga perkawinan. Digambarkan tarik-ulur digunakan keduanya dalam menjalin asrama. Tokoh pendukung, Markum sebagai paman Ramadhan, menasehati Ramadhan bahwa seolah-olah laki-laki berusaha keras mendapatkan hati perempuan, kemudian berhasil mendapatkannya, realitanya, laki-laki yang tertangkap oleh jebakan permainan yang sedari awal diciptakannya.
Menjalin Ikatan Asmara di Kantor
Dalam kondisi ideal, kasus ini mestinya takrelevan lagi di Indonesia, putusan MK tahun 2017 menyatakan pengusaha tidak mempunyai kewenangan memutuskan hubungan kerja dengan karyawannya yang menjalin ikatan perkawinan. Apabila Jib dan Sua tinggal di Indonesia hari ini serta dalam kondisi ideal tentu keduanya tidak saling berusaha keras meminta satu sama lain untuk mengundurkan diri.
Untuk mengontraskan keduanya, dalam film ini, dihadirkan pasangan lain, muda-mudi yang lebih ekspresif daripada Sua dan Jib. Peud (Thawat Pornrattanaprasert ) dan Gob (Sananthachat Thanapatpisal) ditunjukkan sebagai pasangan yang begitu ekspresif dalam menunjukkan cinta dan benci yang mereka rasakan. Ada adegan: Peud seolah-olah membelah jantung dan mengambilnya untuk dilempar ke permata hatinya, Gob. Gob menangkap jantung khayalan dan memasukkannya ke dada dan merasakan denyut jantung Peud.
Mungkin adegan tersebut terkesan sangat berlebihan, namun keduanya ialah manusia yang bebas dalam berkespresif dan bermain. Kemewahan yang tidak dimiliki Sua dan Jib. Di sisi lain, “permainan” yang dilakukan Sua-Jib, secara tidak langsung, menunjukkan Sua-Jib ingin “bermain” seperti Peud-Gob. Kemudian, hal ini dibuktikan dengan adegan Jib-Sua membelah jantung untuk pasangannya, serupa yang diperagakan oleh Peud-Gob.
Adegan di atas juga menguatkan gagasan: manusia selalu ingin kembali menjadi anak-anak: makin tua makin ingin kembali menjadi anak-anak. Kegiatan bermain yang dilakukan manusia tersingkap dari teks yang ia dihasilkan, misalkan keputusan, cita-cita, tindak tutur, dan lainnya. Akhirnya, manusia memang makhluk yang bermain.
ATM Er Rak Error menegaskan bahwa manusia merupakan makhluk yang bermain, tidak hanya berpikir dan bekerja. Secara tidak sadar permainan membuat manusia menemukan elan menjalani hidup. Salah satunya adalah proses pendekatan dengan lawan jenis dan memainkan peran dalam bahtera rumah tangga. Situasi “permainan” dalam perkawinan Jib-Sua dapat kita dapati di versi serialnya yang tayang di layanan streaming.
Baca juga Rekomendasi Film Roman (Bagian 2)
Penulis: Anggino Tambunan
Penyunting: Farhan Iskandarsyah