Review Film Hit Man (2023): Kontradiktif dan Atraktif

0
96
Review Film Hit Man (2023): Kontradiktif dan Adiktif

Richard Linklater kembali memutarbalikkan kisah kriminal dari artikel Skip Hollandsworth di Texas Monthly. Sebelumnya Bernie (2011), yang skenarionya juga ditulis bersama Hollandsworth, kini Linklater bekerja sama dengan aktor utamanya, Glen Powell untuk film Hit Man (2023). Kisahnya tentang Gary Johnson, seorang dosen psikologi yang pura-pura menjadi pembunuh bayaran untuk polisi.

Gary (Powell) menjalani kesehariannya sebagai dosen psikologi, tetapi pada akhir pekan ia membantu polisi untuk menangkap orang-orang yang punya rencana pembunuhan. Tiba-tiba, ia disuruh menyamar sebagai pembunuh bayaran yang bernegosiasi langsung dengan perencana pembunuhan. Johnson yang berkarakter lugu pun terpaksa berpura-pura menjadi tegas dan kejam. Tanpa disangka, keberhasilannya pada kasus pertama membuat ia makin mendalami peranannya dan menciptakan kepribadian-kepribadian baru dalam aksinya.

Powell memang karismatik sebagai pemeran utama. Ia dengan mudahnya menggiring penonton ke dalam kisah kriminal dengan bumbu komedi romantis. Namun, di film ini, ia ditantang untuk membuka cakrawala aktingnya dan menjadi sosok lugu yang berbanding terbalik dengan fisik kekarnya dan hampir takpernah ia lakukan sebelumnya. Takhanya itu, Powell juga diminta menjadi bunglon untuk memerani pembunuh-pembunuh bayaran kreasi Gary yang unik.

Eksplorasinya ini menarik, kita diajak melihat berbagai macam alasan manusia dalam melakukan pembunuhan. Selain itu, perkembangan karakter Gary yang tadinya rapi dan lugu perlahan pun menunjukkan sisi psikopatiknya kala ia bermain-main menyelami kepribadian nyeleneh para pembunuh ciptaannya. Perubahannya pun makin terasa ketika ia membentuk karakter Ron yang bisa dibilang 180 derajat berbanding terbalik dengan Gary.

Ron diciptakannya sebagai karakter yang tegas dan penuh percaya diri. Ia pun takmemakai kacamata dan menyampaikan pendapatnya dengan penuh keraguan seperti Gary: busananya memikat dan pesonanya terpancar. Transformasi Gary menjadi Ron memang menarik, mengingat dua kepribadiannya yang berbanding terbalik. Namun, rasanya Ron hanya menjadi karakter biasa yang dimainkan oleh Powell dalam beberapa film sebelumnya, seperti Ben di Anyone But You (2023) atau Finnegan di Everybody Wants Some!! (2016).

Bagaimanapun, daya tarik utama film bukan hanya sosok Gary semata. Dalam film yang berkisah tentang pembunuh bayaran dan bergenre kriminal, film ini justru berkesan menyenangkan, terutama dalam hubungan Gary sebagai Ron dan Madison (Adria Arjona). Madison ialah salah satu target polisi yang seharusnya Gary jebak karena ia ingin menyewa jasa Ron untuk membunuh suaminya. Gary sebagai Ron ternyata berempati terhadap Madison dan tumbuhlah bumbu asmara di antaranya. Oleh karena itu, ia meminta Madison untuk tidak membunuh suaminya.

Madison ternyata terpikat dengan sosok Ron, begitu juga dengan Gary yang perlahan bertransformasi sebagai Ron. Sebab Gary seorang dosen psikologi, Linklater pun mulai mempertanyakan kewarasan karakter utamanya yang bersandiwara sebagai Ron untuk berasmara bersama Madison. Belum lagi, Gary sedang bermain dengan api karena etika yang ia patahkan karena jatuh cinta kepada calon tersangkanya. Seperti layaknya film-film Linklater, bahasan-bahasan berat seperti ini dibahas dengan segar dan ringan, layaknya sedang mengobrol di “tongkrongan”.

Dibumbuinya kisah kelam dengan komedi satir memang bukan pertama kalinya bagi Linklater. Ia melakukan hal serupa dalam film Bernie yang juga diadaptasi dari artikel Hollandsworth. Namun, kali ini ia lebih taksetia dengan kisah aslinya dan banyak mengeksplorasi sisi fiksinya untuk lebih mendalami perasaan kontradiktif Gary kala berhubungan dengan Madison.

Dalam dua jam ini, kita seakan lupa bahwa ini film kriminal. Sebabnya ialah nuansa cerahnya, sedikitnya suara tembakan meletus, hampir tiadanya pembunuhan yang terjadi di filmnya, dan tiadanya persidangan yang intens. Namun, bukan berarti film ini takpunya intensitas sama sekali. Linklater dan Powell dengan apik membangun ketegangan film ini dan perlahan menguatkannya di bagian akhir film ini. Adanya sosok antagonis unik dalam Jasper (Austin Amelio) yang gaya serampangannya bisa memunculkan nuansa komikal sekaligus mencekam kala ia mengancam hegemoni romansa karakter utama.

Menonton Hit Man pun terasa kontradiktif: apakah kita harus berbagi kesenangan dengan karakter utama yang perlahan menjadi problematik? Perjalanan unik Gary pun membuat kita terpikat dan terpaku pada layar tanpa ada usaha melebih-lebihkan dengan adegan eksplosif atau emosi yang membara. Semua kompleksitas itu pun dialirkan dengan jernih dari Linklater yang lagi-lagi menyodorkan kita kisah yang jernih, murni, dan terasa nyata.

Infografik Review Film Hit Man (2023): Kontradiktif dan Atraktif

Penulis: Muhammad Reza Fadillah
Penyunting: Anggino Tambunan