Review Film Ford v Ferrari (2019): Pengalaman Sinematik yang Unik

0
2068
Review Film Ford v Ferrari (2019): Pengalaman Sinematik yang Unik

Film-film yang berkisah tentang balap mobil memang dapat memberikan aksi seru. Namun, James Mangold bukanlah sutradara yang hanya ingin berpusat kepada aksi semata. Dalam Ford v Ferrari, Mangold kembali memberikan banyak ruang untuk perkembangan para karakternya.

Sebelumnya, kita sudah pernah dihibur dengan pengalaman unik yang diberikan Mangold dalam film Logan (2017). Alih-alih membuat film yang sarat aksi, Mangold justru menyisakan banyak waktu untuk Logan, alter-ego Wolverine untuk menjadi manusia biasa dan menjalin hubungan dengan Laura. Logan menuai banyak pujian dari kritikus, ia memberikan warna yang berbeda dari film pahlawan super.

Kali ini, ia membuat film yang berpusat kepada balap mobil. Dalam film-film balap mobil, pengemasan adegan balapan menjadi kunci. Jika dipertebal dengan plot yang menarik, hal ini akan menjadi nilai plus untuk film tersebut. Tentunya, Mangold pasti senang mengembangkan karakternya lebih jauh.

Ford v Ferrari  berkisah tentang produsen mobil asal Amerika, Ford, yang hampir bangkrut. Untuk menyelamatkan saham, Ford harus relevan. Mereka ingin membuat mobil balap agar disukai anak muda dan melihat adanya peluang kerja sama dengan Ferrari yang juga bangkrut. Pihak Ford pergi ke Italia hanya untuk dipupuskan harapannya. Enzo Ferrari (Remo Girone), pendiri Ferrari, hanya menggunakan Ford untuk menaikkan nilai jual sahamnya, yang akhirnya jatuh ke tangan Fiat.

Matt Damon dan Christian Bale dalam film Ford v Ferrari

Hal tersebut membuat Henry Ford II (Tracy Letts) murka. Ia pun siap menggelontorkan dana terakhirnya untuk membuat mobil balap super dan mengalahkan Ferrari di balapan 24 jam Le Mans. Dari sinilah Ford mendatangkan Carroll Shelby (Matt Damon), pembalap Amerika Serikat yang pernah juarai Le Mans pada saat itu.

Shelby sudah pensiun karena masalah kesehatan, ia pun mengajak Ken Miles (Christian Bale) dalam proyek Ford tersebut. Walau sudah berusia 45 tahun, Miles merupakan  pembalap yang andal dan mekanik yang sangat mengerti mengenai mobil balap. Namun, sikap Miles yang cepat naik darah dan susah diatur membuat eksekutif Ford berpikir dua kali untuk mempercayai proyek ini padanya.

Penempatan karakter dalam film ini menarik walaupun pakemnya memang sudah tertebak. Ada pimpinan perusahaan yang sulit bertindak tegas dalam diri Henry Ford II. Ada eksekutif yang ingin menang sendiri dalam diri Leo Beebe (Josh Lucas) dan ada juga pihak pemasaran yang ditempatkan sebagai protagonis dalam Lee Iacocca (John Bernthal). Adapun Shelby merupakan karakter yang pas diperankan Damon, orang yang tadinya punya pendirian teguh, tetapi kerap terbawa suasana.

Bagi Christian Bale, nuansa karakter Miles mirip dengan Dicky Eklund yang ia pernah perankan dalam The Fighter (2010). Namun, bukan hanya sifat karakter dan postur tubuh yang sudah ditentukan dalam skenario saja yang membuat peranan Bale spesial, melainkan juga perangainya yang begitu hebat. Aksen slang Inggrisnya pun begitu baik, memperlihatkan keluwesan aktor ini. Andai saja Joaquin Phoenix tidak menjadi Joker tahun ini, rasanya Bale siap mengangkat piala Oscar keduanya.

Aksi Christian Bale dalam Film Ford v Ferrari

Dengan banyaknya karakter dan adanya waktu pengembangan pada masing-masing karakter, Mangold membuat durasi film cukup lama. Dua setengah jam tentunya isinya tidak hanya balapan demi balapan mobil saja. Hal yang paling terasa, yaitu koneksi yang terjalin antara Shelby dan Miles dalam film ini. Dua karakter ini merupakan teman lama yang koneksinya tidak benar-benar terputus. Pada awalnya, Mangold kesulitan menampilkan jalinan pertemanan unik mereka. Seiring dengan berjalannya film, koneksi Shelby-Miles begitu terasa. Film ini mungkin lebih pas jika diberi judul Shelby & Miles karena itulah pusat cerita ini.

Mangold memiliki masalah serupa yang ia miliki dalam Logan. Dengan tempo yang agak lambat, ia terlihat sedikit kesulitan menaikkannya pada adegan-adegan tertentu. Adegan dramatis pun terkadang kurang memberikan klimaks yang hebat. Walaupun begitu, ketika tempo balapan sudah dicapai, pengemasan adegan film ini begitu luar biasa. Suara yang dihasilkan saat balap mobil begitu menggelegar. Belum lagi ditambah dengan skoring mantap Marco Beltrami dan Buck Sanders. Untuk memberikan latar klasik, skoring mereka didominasi suara gitar akustik; unik sekali alunan ini bisa begitu masuk ke adegan bertempo cepat.

Sayang sekali jika Anda tidak segera menyempatkan diri menonton Ford v Ferrari di bioskop. Di tengah-tengah hiburan yang datangnya terlalu terpusat kepada film-film pahlawan super, film ini memberikan pengalaman sinematik yang unik. Pengemasannya yang hebat dan pengadeganan yang mudah dimengerti menjadikannya paket hiburan yang lengkap.

Infografis Review Film Ford v Ferrari (2019)

Penulis: Muhammad Reza Fadillah
Penyunting: Anggino Tambunan