25 Film Terbaik Dekade 2010

0
2563
25 Film Terbaik Dkeade 2010

Banyak hal monumental dan gerakan progresif dalam dunia sinema yang terjadi pada dekade 2010. Dekade ini, dilihat dari kacamata dunia perfilman populer, didominasi oleh film-film pahlawan super. Namun, dari sudut pandang lain, ada berbagai hal unik yang dapat menentukan dunia sinema ke depannya.

Film pahlawan super mendominasi dekade 2010. Lebih tepatnya, film-film produksi Marvel Studios mendominasi dengan hebat tangga box office tahunan. Proyek raksasa yang dikendalikan Disney ini menciptakan 21 film sepanjang dekade 2010 dan meraup keuntungan multimiliar dolar AS.

Besarnya pengakuan dari masyarakat nyatanya tidak membuat film-film pahlawan ini diakui nilai estetika seninya. Nyatanya, di kancah anugerah film-film besar, layaknya Festival Film Venice, Golden Globes hingga Academy Awards, film-film tersebut justru melempem. Memang, dalam dua tahun terakhir, ada Black Panther (2018) dan Joker (2019) yang hadir menghiasi ajang-ajang anugerah film tersebut. Kehadiran kedua film ini pun disebabkan oleh keberanian untuk keluar dari pakem film pahlawan super.

Pada saat bioskop laris-manis dikuasai oleh film-film pahlawan super, film-film progresif dan “terancam” justru menemukan jalannya tersendiri. Hadirnya layanan streaming, bioskop alternatif dan pemasaran di media sosial membuat keberadaan mereka bisa dirasakan. Bisa jadi, kehidupan film-film yang lebih nyeni seperti ini tumbuh dari kejenuhan terhadap film-film populer.

Dengan semakin beragamnya pengakuan dan daya saing film-film, menarik untuk menyusun film-film terbaik pada dekade 2010. ulasinema coba merangkai 25 film unggulan pada dekade 2010. Berikut daftar 25 film terbaik dekade 2010.

25. Harry Potter and the Deathly Hallows Part 2 (2011)

Daniel Radcliffe dalam Harry Potter and the Deathly Hallows Part 2 (2012)

Banyak kontroversi mengenai satu bagian buku yang dijadikan dua film untuk episode terakhir dari kisah Harry Potter ini. Nyatanya, penutup kisah ini memang hebat: sebuah hasil karya fantastis dari J.K. Rowling. Dalam adaptasinya, David Yates meninggalkan beberapa gaya eksperimentalnya, seperti pengurangan saturasi yang berlebih. Ia berhasil menghadirkan pertarungan yang membuat bulu kuduk merinding.

24. The Irishman (2019)

Robert De Niro dalam The Irishman (2019)

Scorsese kembali menghadirkan kisah seputar mafia beserta rupa-rupa kejahatan. Dengan aktor-aktor langganannya, ia mampu menghadirkan kisah yang membius penonton selama 3 jam lebih, yang membuat penonton teringat kembali atas sensasi film-film bertema mafia. Berpusat pada tokoh Frank, veteran Perang Dunia II yang memutuskan masuk dalam dunia yang takterjamah umum, kita dipandu untuk menyelami dunia kejahatan yang sistematis.

23. Amour (2012)

Jean-Louis Trintignant dalam Amour (2012)

Michael Hanneke mampu menyingkap bentuk cinta yang lain melalui Amour. Alih-alih memanjakan kita pada bentuk mencintai yang umum, ia mengajak kita memproduksi kembali makna cinta. Dalam pengisahan sepasangan sumi-istri Prancis yang sudah memasuki masa senja, George dan Anne, kita mampu melihat hubungan manusia yang sangat intens. Meski lambat laun kondisi kesehatan Anne menurun, keduanya digambarkan saling memahami tanpa harus mengutarakan, termasuk adegan di pengujung film yang akan membuat kita terperanjat.

22. Toy Story 3 (2010)

Woody, Buzz Lightyear dan kawan-kawan dalam Toy Story 3 (2010)

Akhir dari perjalanan bagi Andy dan para mainannya ini terasa sangat manis. Ada unsur-unsur nostalgia yang dibangun dengan begitu indah, tetapi begitu sakit karena kita tidak bisa menyelami momen itu lagi. Dari karakter Woody, kita diajarkan kembali untuk memilih jalan terbaik, walaupun tidak selalu menguntungkan kedua pihak. Pada akhirnya, Toy Story 3 sangat efektif menyentuh perasaan kita dengan animasi yang sarat akan detail.

21. 버닝 / “Burning” (2018)

Yoo Ah-In, Steven Yeun dan Jun Jong-Seo dalam Burning (2018)

Lee Chang Dong  jitu menunjukkan bahwa dalam kehidupan, sebagian orang “kalah” berkali-kali. Film yang diangkat dari cerpen Haruki Murakami ini mampu menunjukkan kesenjangan ekonomi yang terlampau jauh dan rasa curiga “si kaya” dan “si miskin”. Dibandingkan Parasite yang memuat isu serupa, Burning mengangkat isu ini dalam konteks yang lebih luas dan realistis. Melalui tokoh Lee Jong-su, pemuda Korea Selatan, kita merasakan frustrasi dalam menghadapi  hidup yang begitu absurd, termasuk akhir yang ia pilih.

20. Portrait de la Jeune Fille en Feu / “Portrait of a Lady on Fire” (2019)

Noémie Merlant dan Adèle Haenel dalam Portrait of a Lady on Fire (2019)

Mungkin bukan rasa mencekam karena adanya teror, tetapi ada rasa tegang yang unik dalam Portrait. Menyelami petualangan baru, mencoba hal-hal yang belum normal dilakukan, ketegangan ini yang dibangun oleh Céline Sciamma. Dalam kisah roman dua wanita ini, dua karakter utama yang kuat menjadi daya tarik utama. Terutama penampilan dari Noémie Merlant, yang dengan sempurna menunjukkan berbagai macam kegelisahan walau karakternya terlihat agak abai dan cuek.

19. Lady Bird (2017)

Saoirse Ronan dalam Lady Bird (2017)

Remaja yang emosinya labil dan alami berbagai macam perubahan coba dinormalisasi oleh Greta Gerwig dalam Lady Bird. Daripada menampilkan perubahan yang “wah”, Gerwig mengajak kita menikmati perkembangan tokohnya secara nyata, dengan melewati segala momen dari hari ke hari. Sosok Lady Bird sebagai pemeran utama sangat pas diperankan oleh Saoirse Ronan, mudah bergejolak, tetapi penuh kasih sayang.

18. Zero Dark Thirty (2012)

Jessica Chastain dalam Zero Dark Thirty (2012)

Kembali dengan film berlatar perang di Timur Tengah, Kathryn Bigelow mampu menyajikan kisah yang menegangkan. Kali ini ia hadir dalam latar peritiwa pasca-9/11. Sebagai rekaan sekaligus rekontruksi, pengisahan dalam membongkar keberadaan Osama bin Laden terasa begitu kuat dan menjerat. Ditambah akting yang apik dari Jessica Chastain, karya ini menawarkan nuansa berbeda dari film sejenisnya.

17. La La Land (2016)

Emma Stone dan Ryan Gosling dalam La La Land (2016)

Film ini membuktian kemampuan Damien dalam menjahit bahan-bahan terbaik dalam sinema, terutama genre drama-musikal. Musik, vitalitas tokoh, dan hubungan romansa bukanlah hal baru dalam dunia Damien. Namun, dengan tambahan referensi film-film terdahulu, ia mampu menciptakan adikarya melalui daur ulang yang tepat. Semua unsur yang yang termuat dalam La La Land menyatu-padu dan mampu membuat penonton enggan beranjak dari kursi, termasuk pengisahan yang menjerat tanya.

16. Dunkirk (2017)

Fionn Whitehead dalam Dunkirk (2017)

Heroisme dalam perang sering ditampilkan dengan karakter utama yang nekat melawan badai serangan lawan, tetapi hal ini tidak terjadi dalam Dunkirk. Tokoh utama Dunkirk tampil layaknya pengecut, tetapi inilah yang menjadikannya manusia. Banyak intrik-intrik keji dari para prajurit untuk mempertahankan hidup mereka dalam film ini dan dari sanalah sisi kepahlawanan justru dapat terlihat lebih jelas dari beberapa karakter lainnya yang ditampilkan. Dengan ketegangan luar biasa dan pengemasan hebat, Dunkirk merupa film perang nan monumental.

15. Arrival (2016)

Amy Adams dalam Arrival (2016)

Kita belum tahu bagaimana jika umat manusia didatangi oleh alien, tetapi artikulasi Denis Villeneuve dalam Arrival terasa sangat menarik. Daripada membangun tensi tinggi yang menciptakan perang bombastis antarspesies, film ini bermain dalam hal yang sebenarnya paling esensial: komunikasi. Arrival seakan mengingatkan kembali betapa pentingnya komunikasi dan pemahaman satu sama lain untuk menciptakan perdamaian. Villeneuve menciptakan suasana yang begitu tegang, mistis, tetapi entah mengapa terkandung juga keromantisan yang dijalin oleh karakter yang diperankan oleh Amy Adams dan alien yang datang.

14. American Hustle (2013)

Jennifer Lawrence, Christian Bale dan Jeremy Renner dalam American Hustle (2013)

American Hustle mungkin puncak dari karier perfilman sutradara David O. Russell yang tergolong aneh. Gaya O. Russell yang penuh keresahan dan kegelisahan dibalut sesekali dengan musik rok yang membuat suasana semakin kacau justru memesona dalam film ini. Terlebih lagi, bila melihat caranya memaksimalkan seluruh pemeran film ini. Christian Bale, Bradley Cooper, Amy Adams, Jennifer Lawrence dan Jeremy Renner, semua tampil brilian dengan karakter yang begitu menarik.

13. 万引き家族 / “Shoplifters” (2018)

Jyo Kairi dan Miyu Sasaki dalam Shoplifters (2018)

Hirokazu Koreeda dalam Shoplifters mencoba untuk mengeja ulang makna keluarga. Keluarga yang jadi fokus utama dalam film ini ditampilkan memiliki relasi unik walau kondisi ekonomi mereka tidak baik. Dalam segala rintangan yang mereka lalui, selalu ada kehangatan satu sama lain, seakan Koreeda coba mengritik banyak keluarga yang lupa akan hal ini. Suasana dalam film ini dihidupkan dengan sangat cermat, semilir angin dingin saat salju serta suara serangga pada musim panas menciptakan nuansa realistis yang begitu mengagumkan.

12. Before Midnight (2013)

Julie Delpy dan Ethan Hawke dalam Before Midnight (2013)

Ide untuk membuat sekuel 9 tahun dari film sebelumnya dan 18 tahun dari film pertamanya terkesan nekat, tetapi tidak bagi dua sejoli yang paling disayangi dunia sinema. Kita lagi-lagi diajak terjebak dalam obrolan-obrolan berbobot dari Jesse dan Celine. Nuansa pasangan suami-istri kali ini mengisi obrolan mereka, salah satu relevansi pada jenjang usia yang begitu baik yang terus ditampilkan dalam trilogi film ini. Emosi yang tertahan lalu resolusi yang begitu manis dan simpel. Before Midnight, kisah roman yang magis.

11. 12 Years a Slave (2013)

Chiwetel Ejiofor dalam 12 Years a Slave (2013)

Perbudakan memang salah satu bagian dari sejarah manusia yang paling kelam dan Steve McQueen dalam 12 Years a Slave mengingatkannya kembali. Film biografi yang diangkat dari kisah Solomon Northup ini menampilkan kejamnya perbudakan secara utuh. Jajaran pemerannya pun hebat: Lupita Nyong’o, Michael Fassbender, Benedict Cumberbatch, Brad Pitt dan Chiwetel Ejiofor. Film seperti ini rasanya patut eksis dan dipertahankan untuk mengingatkan kita agar takkembali dalam masa kelam itu.

10. The Social Network (2010)

Andrew Garfield dan Jesse Eisenberg dalam The Social Network (2010) - 25 Film Terbaik Dekade 2010

Kerap kali film-film biografi berhati-hati dalam memperkenalkan karakternya dengan tempo yang cenderung lambat. David Fincher tidak melakukan hal tersebut dalam The Social Network. Ia benar-benar memadatkan cerita dengan tempo cepat lewat aktor yang sempurna untuk menjadi pemeran utama, Jesse Eisenberg. Film ini menampilkan betapa asyiknya film biografi, terutama ketika tokohnya seorang anak muda. Fincher seperti menemukan gaya baru untuk membuat film biografi kontemporer yang begitu menarik.

9. Gravity (2013)

Sandra Bullock dalam Gravity (2013) - 25 Film Terbaik Dekade 2010

Betapa tegangnya kita dibawa dalam kegilaan luar angkasa yang dihadirkan oleh Gravity. Alfonso Cuáron bermain di alam hidup dan mati dalam film ini, setiap langkah yang dibuat menentukan ke arah mana takdir akan membawa karakter astronot yang dimainkan oleh Sandra Bullock. Detail hebat membuat film ini begitu realistis, kita benar-benar dibawa berada di dalam kapal luar angkasa dan merasakan bergerak dari palka ke palka. Hal ini pun membuat keresahan yang ditimbulkan dari tekanan kematian benar-benar hadir di bangku penonton.

8. Manchester by the Sea (2016)

Casey Affleck dalam Manchester by the Sea (2016) - 25 Film Terbaik Dekade 2010

Film ini mampu mengeksplorasi rasa bersalah manusia secara intens sekaligus rasa terasing terhadap hidup. Kisah tragedi ini berkisah tentang Lee, seorang ayah yang melakukan kesalahan sehingga anaknya taklagi bernyawa dan ia harus melanjutkan hidup. Melalui film ini, Kenneth Lonergan mampu menunjukkan secara meyakinkan transisi penokohan Lee Chandler. Hal lain yang memikat dalam film ini disumbang oleh akting Casey Affleck. Dengan gesturnya, ia bawa keperihan hidup dan perasaan teralienasi dari lingkungan.

7. Moonlight (2016)

Ashton Sanders dalam Moonlight (2016) - 25 Film Terbaik Dekade 2010

Moonlight merupakan kilasan seberapa keras dan kejinya kehidupan dalam sudut pandang seorang lelaki kulit hitam. Dalam tiga fase kehidupan Chiron, lelaki ini memiliki masa kecil yang sedikit berbeda. Namun, faktor lingkungan begitu mendukungnya terjebak dalam siklus kejam yang membentuk Chiron dewasa. Barry Jenkins membuat sosok Chiron begitu hidup dari setiap hela napasnya, lalu dengan mahirnya, ia menampilkan visual-visual yang begitu apik. Film ini selalu terlihat unggul satu kelas ketimbang film-film lainnya.

6. Roma (2018)

Yalitza Aparicio dalam Roma (2018) - 25 Film Terbaik Dekade 2010

Punya wakil 2 film dalam 10 teratas daftar ini memang menunjukkan betapa hebatnya Alfonso Cuáron. Dalam Roma, Cuáron mengajak kita menyelami rasanya bernostalgia dan hidup di dalam alam pikiran. Beberapa cara unik digunakan Cuáron yang juga berlaku sebagai sinematografer dalam film ini. Ia menunjukkan kepada kita bagaimana bentuk kenangan tersebut menggunakan palet hitam putih dengan banyak tembakan statis yang diselipkan gerakan kamera 360 derajat. Cara ini, bagi Alfonso Cuáron, menampilkan bahwa kita hanya menjadi hantu yang tidak bisa bergerak dalam kenangan. Begitu manis, begitu indah. Roma merupakan surat cinta terbaik bagi para wanita pejuang.

5. Marriage Story (2019)

Scarlett Johansson dan Adam Driver dalam Marriage Story (2019) - 25 Film Terbaik Dekade 2010

Berbagai film telah mengajarkan kita betapa sulitnya pernikahan. Banyak konflik terjadi yang begitu kompleks sehingga jalan satu-satunya hanyalah perceraian. Pada saat perceraian, ada pemberian kemenangan pada satu pihak yang selama pernikahan berjalan dan dijadikan protagonis cerita. Bagi Noah Baumbach, memainkan satu protagonis dan menyudutkan karakter antagonis sudah tidak lagi menarik, setidaknya dalam Marriage Story.

Dalam filmnya ini, Baumbach coba mengimitasi sisi perceraian yang tidak perlu terlalu dramatis dan membuatnya senormal mungkin. Dalam kenormalan ini, Marriage Story punya momen-momen cerdas yang dapat menyentuh begitu dalam. Penahanan emosi dari kedua karakter justru menghadirkan luapan amarah hebat, berujung pada salah satu momen terbaik sinema, yaitu pertengkaran antara Charlie dan Nicole. Pertengkaran ini merupakan klimaks, dan perkaranya membuat penonton tidak berfokus soal siapa yang akan menang, tetapi berfokus untuk mengetahui resolusi terbaik yang harus diambil. Sebab, sepanjang film kita diajak melihat kedua sisi perceraian sehingga hadirnya rasa empati terhadap kedua tokoh.

4. Senyap (2014)

Adi Rukun dalam Senyap (2014) - 25 Film Terbaik Dekade 2010

Bagaimana jika rumah Anda diketuk dan didatangi orang yang menuduh Anda, atau keluarga Anda sebagai pembunuh? Dalam Senyap, dokumenter gila karangan Joshua Oppenheimer, kita mendapatkan jawaban-jawaban unik dari pertanyaan di atas. Film ini berpusat kepada sosok Adi Rukun, lelaki paruh baya yang saudaranya kena dampak pembunuhan massal yang menargetkan anggota PKI.

Adi dibawa keliling untuk menemui para pelaku, atau keluarga pelaku, yang menjadi tersangka pembunuhan saudaranya dan menginterogasi mereka. Dari perjalanan Adi, sering kali pertanyaan-pertanyaan serta tuduhannya menimbulkan ketegangan luar biasa. Oppenheimer merekam momen sinting tersebut, suasana yang sangat tidak bersahabat dari pertemuan Adi terhadap para pelaku dan keluarganya. Senyap merupakan dokumenter nekat yang mendorong sejauh apa usaha kita berkarya dan mencari kebenaran.

3. Inside Out (2015)

Joy, Sadness dan kawan-kawan dalam Inside Out (2015) - 25 Film Terbaik Dekade 2010

Sebagian besar film-film animasi Pixar mengajak kita untuk mengatasi perbedaan, terutama yang terjadi antara sesama. Namun, studio ini jarang sekali membahas sisi yang unik, yaitu mengatasi keadaan pada saat perubahan yang menghasilkan perbedaan terjadi di dalam diri sendiri. Inilah yang coba diartikulasikan oleh Pete Docter dalam Inside Out.

Dengan menghidupkan emosi dalam manusia yang memiliki jiwa dan raga, film ini berikan cara unik untuk mengajarkan pendewasaan anak menuju remaja. Bukan hanya idenya saja yang menarik, tetapi caranya membawa kita menikmati perjalanan Joy (Kegembiraan) untuk menerima Sadness (Kesedihan) juga unik. Riley, si karakter utama, diajak untuk menerima hal-hal baru dalam dirinya, menerima segala emosi yang ada, dan menyadari bahwa ada kesenangan-kesenangan masa lampau yang harus ditinggalkan. Perjalanan tahap awal pendewasaan yang luar biasa menarik dari Inside Out.

2. جدایی نادر از سیمین / “A Separation” (2011)

Leila Hatami dan Payman Maadi dalam A Separation (2011) - 25 Film Terbaik Dekade 2010

Film ini takserupa Scene from a Marriage karangan Ingmar Bergman, Husbands and Wives karangan Woody Allen, dan Marriage Story karangan Baumbach. Kisah perceraian yang berlatar di Iran ini memberikan kita pengayaan terhadap isu pernikahan dan perceraian. Asghar Farhadi menyingkap kompeksitas perceraian di negara Timur dengan amat intens, dalam, dan realistis.

Film ini mampu menempatkan penonton sebagai “hakim” untuk menimbang-nimbang makna adil dalam kasus perceraian. Jauh dari itu, dalam kasus perpisahan, kita tidak hanya berfokus pada hubungan Simin dan Nader, tetapi menimbang-nimbang banyak faktor yang lebih luas dan konsekuensi yang dihadirkan. Hingga akhir, kita terus mencoba untuk mengurai kisah ini dan menerka-nerka.

1. Boyhood (2014)

Ellar Coltrane dalam Boyhood (2014) - 25 Film Terbaik Dekade 2010

Boyhood merupakan proyek raksasa yang dijalankan Richard Linklater selama 13 tahun. produksi Boyhood merupakan hasil dari keteguhan tekad dalam pembuatannya. Membuat film drama dengan menggunakan aktor yang sama tentu bukanlah perkara mudah. Ide yang sepertinya gila jika pada akhirnya hanya menghasilkan produk kosong dan berakhir pada kesia-siaan.

Dalam menangkap pertumbuhan sosok Mason, Linklater peka terhadap perubahan kultur, terutama di Amerika Serikat. Kita melihat adanya perubahan dalam diri Mason sendiri. Perkembangan itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan sekitar. Secara magis, Boyhood menggiring kita melihat keindahan dalam pertumbuhan itu sendiri dengan injeksi kejadian-kejadian yang membentuk seorang manusia.

Penulis: Anggino Tambunan, Muhammad Reza Fadillah
Penyunting: Ramadhan Ali