Review Film Amsterdam (2022): Ramai-Ramai O. Russell

0
444
Review Film Amsterdam (2022): Ramai-Ramai O. Russell

Tujuh tahun sejak karya terakhirnya, Joy (2015), David O. Russell kembali dengan film panjang terbarunya, Amsterdam. Dengan dukungan 20th Century Fox yang disokong oleh Disney, sang sineas mendapatkan kekuatan untuk menggaet aktor-aktris papan atas—mulai dari Christian Bale, John David Washington, Margot Robbie hingga peranan kecil dari Taylor Swift. Bagaimanapun, proyek akbar ini mungkin punya masalah dasar yang substansial.

Burt Berendsen (Bale), seorang dokter veteran, bersama temannya, Harold Woodman (Washington), pengacara yang juga veteran, terjebak dalam kasus pembunuhan Jendral Bill Meekins (Ed Begley Jr.). Apesnya, Burt dan Harold juga dituduh membunuh anak Bill, Liz Meekins (Swift) sehingga dikejar polisi. Usut punya usut, Liz yang curiga kematian ayahnya yang taknatural, diberi tahu Valerie (Robbie) untuk menemui sosok Burt dan Harold. Kedua lelaki veteran tersebut bersama Valerie merupakan tiga serangkai sahabat yang menjadi dekat pascaperang dan tinggal di Amsterdam.

Jika belum merasa gumoh terhadap jajaran aktor film yang telah disebut tadi, masih banyak aktor besar lainnya yang menjadi pemeran sampingan. Mulai dari Chris Rock sebagai Milton—teman satu regimen Burt dan Harold— serta Michael Shannon dan Mike Myers yang jadi agen rahasia pemerintahan. Takhenti di situ, masih ada aktor ternama lainnya, seperti Zoe Saldana, Timothy Olyphant, Rami Malek, Anya Taylor-Joy, Andrea Riseborough, Alessandro Nivola, Matthias Schoenaerts, dan terakhir, Robert De Niro yang pernah berkolaborasi dengan O. Russell dalam Silver Linings Playbook (2012) dan mendapatkan nominasi aktor pendukung terbaik Oscar.

Hadirnya nama-nama besar tersebut tentu akan lebih mudah memuluskan ide O. Russell dalam mewujudkan kisah peliknya dalam Amsterdam. Pastinya, dengan nama-nama besar, studio film pun akan senang karena akan lebih mudah untuk menarik perhatian penonton. Nama-nama besar ini pun bisa menjadi tabir dari O. Russell yang telah tujuh tahun takberkarya, salah satunya karena kontroversi yang memutarinya.

Ambisi besar proyek ini takhanya dari para pemeran besarnya saja, kisahnya pun akbar dan banyak hal yang ingin dimasukkan oleh sang sineas dalam film ini. Awalnya, terasa seperti kisah detektif saja. Lama kelamaan, bertambah mengenai persahabatan dan cinta. Lalu, masuk unsur kehidupan dari para veteran. Pada konfliknya, politik dan problematika ekonomi-kapitalisme menggerakkan cerita. Lalu, pada resolusinya, kisah ini kembali tentang persahabatan dan cinta. Sementara itu, padaresolusi, terkesan naif untuk film dengan plot yang sesak nan rumit, pun sangat naif buat sineas sekelas O. Russell.

Selain jajaran pemainnya yang sesak dengan bintang, kisah dan pembahasan film ini pun terasa sesak. Banyak sekali hal yang ingin dipermasalahkan hanya dalam waktu dua jam empat belas menit. Mungkin O. Russell ingin mengimitasi ulang puncak kejayaannya di American Hustle (2013), saat bintang-bintang besar ia mainkan dengan ciamik, kala untaian-untaian benangnya jelas arahannya. Sayang, benang-benang tersebut kini, dalam Amsterdam, berbelit karena sang sineas yang menjadi dalangnya lupa atau kehilangan cara memainkannya dengan baik.

Di film ini, O. Russell seperti Terrence Malick akhir-akhir ini, gagasan yang diperkuat dengan hadirnya Emmanuel Lubezki sebagai mata sang sutradara. Tembakan-tembakan cantik dengan lensa lebar sang sinematografer, diperkuat oleh pergerakan cepat dari jarak jauh ke dekat ala O. Russell, ada sisi menarik dari permainan visual. Namun, ciri visual yang biasanya memberi kegelisahan lucu dalam filmnya, dalam Amsterdam semua itu terkesan hampa. Di satu sisi, ia juga seperti Woody Allen. Dialog-dialog ramainya, dan candaan-candaannya, setengahnya gagal atau dieksekusi dengan buruk walau setengahnya berhasil juga. Seperti Allen dan Malick, O. Russell sedang dalam fase penurunan.

Dari segala kelupaan dan kehilangan tersebut, sang sutradara rupanya belum lupa cara mengeluarkan akting terbaik para pemainnya. Bale, seperti biasanya dan seperti yang sudah kita duga, tampil brilian. Ia memperluas cakrawala aktingnya dengan membawa sisi kegilaan yang jenaka. Alhasil, selain sinematografi Lubezki, harapan Oscar film ini bisa datang dari Bale. Selebihnya, para pemeran ternama ini tampil apik, terutama Robbie yang makin memikat akhir-akhir ini.

Sekilas, kita bisa duduk dan menikmati sajian-sajian visual estetik dengan latar menarik. Sejenak, kita bisa menikmati akting hebat yang dipertontonkan jajaran pemain bertabur bintang ini. Sepersekian detik, kita terpikat oleh kegilaan Bale, menyaksikan gejolak persahabatan uniknya dengan Washington dan Robbie untuk mengungkap misteri besar. Semua itu hadir dalam Amsterdam, tetapi dengan proyek semasyhur ini, kita berharap lebih dalam segi ceritanya.

Review Film Amsterdam (2022): Ramai-ramai O. Russell

Penulis: Muhammad Reza Fadillah
Penyunting: Anggino Tambunan