Review Film Petualangan Sherina 2 (2023): Degup Nostalgia Seirama

0
149
Review Film Petualangan Sherina 2 (2023): Degup Nostalgia Seirama

Riri Riza, sekali lagi, menyuguhkan lanjutan film lawasnya. Setelah Ada Apa dengan Cinta, kali ini, “si jagoan cilik” dihadirkan kembali dalam Petualangan Sherina 2 selang 23 tahun dari film perdananya. Riza pun dapat menjawab segenap keraguan sebab film ini dapat tampil lepas-bebas dan menjadi “dirinya sendiri”.

Sebagai lanjutan, sebagian formula film pertamanya masih terasa. Kisah dibuka kembali dengan tembang, “Betapa Bahagianya…” (“Menikmati Hari”) yang telah diubah sebagian liriknya. Nuansa hiruk-pikuk perkotaan dan perkantoran pun memenuhi layar sebagai penebal latar kisah. Lalu, Sherina (Sherina Munaf) yang energik dan ceria, sekali lagi, dihadapkan pada rumitan berupa kondisi yang takdiharapkan. Saat kanak-kanak dulu, ia mesti pindah tempat tinggal. Kini, sebagai karyawati media massa, ia tetiba mesti pindah tugas.

Ia diminta atasannya untuk meliput peristiwa dilepasliarkannya orang utan di hutan Kalimantan alih-alih berangkat ke Swiss untuk liputan yang diidam-idamkannya. Dalam tugas tersebut, sang wartawati yang cergas ini bertemu kembali dengan sahabat karibnya, “Yayang” alias Sadam (Derby Romero), yang ternyata manajer penangkaran Orang Utan Kalimantan (Oukal). Reuni keduanya pun tunai, tetapi lekas berubah jadi petualangan seiring upaya pencurian hewan Pongo pygmaeus tersebut oleh komplotan yang dikepalai Dedi (Randy Danistha).

Perjalanan dan Pertemuan

Dengan alur kisah tersebut, agaknya penonton dapat menerka kekhasan karya-karya Riza. Sang sineas memang kerap menghadirkan kisah perjalanan yang “mengaduk-ngaduk” watak tokoh-tokohnya. Misalnya, 3 Hari untuk Selamanya (2007) memuat pasang-surut hubungan Yusuf-Ambar. Ada pula Ada Apa dengan Cinta? 2 (2016) yang memuat naik-turun emosi Rangga-Cinta. Namun, berbeda dengan dua kisah di atas, sebagai awalan film kanak-kanak, Petualangan Sherina 2 menunda eksploitasi hasrat cinta Sherina-Sadam.

Selain itu, pada ketiga film tersebut, sebenarnya kita dapat melihat bagaimana selalu ada kecanggungan saat Riza mempertemukan para tokohnya setelah berjarak waktu dan ruang. Dalam 3 Hari untuk Selamanya, pada akhir film, setelah menghabiskan 3 hari yang “berkesan”, Yusuf-Ambar bertemu kembali di acara pesta saat Ambar pulang dari studi di luar negeri. Sebelum layar menggelap, ada “kerepotan” keduanya membendung rindu. Ada adegan kikuk: antara pelukan atau tidak. Kelanjutan kisah dibiarkan liar di kepala penonton.

Dalam Ada Apa dengan Cinta? 2, setelah berpisah sekian purnama, kita melihat Cinta dijebak oleh geng Cinta untuk bertemu Rangga di sebuah pameran seni. Momen ini berujung langkah kepergian Cinta sebab bendungan kemarahannya meluap akan pertemuan yang takdisangka-sangkanya. Lalu, keduanya dibiarkan untuk menerka perasaan sama lain dengan supercanggung selama perjalanan keliling Yogyakarta. Tentu, adegan di restoran kecil dalam “petualangan” tersebut amat ikonik sebab terdapat dialog, “Rangga, yang kamu lakukan ke saya itu jahat!”

Adapun pada Petuangan Sherina 2, reuni Sherina-Sadam dijembatani oleh tokoh pendukung, Aryo, yang diperankan oleh komika Ardit Erwandha. Hadirnya tokoh ini dapat “memuluskan” reuni keduanya yang hadir dengan tiba-tiba dan mematahkan kekikukan. Pecahan-pecahan masa lalu akan hubungan keduanya dibuka dengan sabar oleh Riza. Di satu sisi, rasa penasaran penonton tetap dipelihara hingga ujung film: ada peristiwa apa saja dari masa sekolah dasar hingga mereka telah dewasa?

Perlawanan dan Penerimaan

Selain itu, dihadirkan kembali tokoh antagonis yang serakah. Pada film terdahulu, terdapat tokoh Kertarajasa (Djaduk Ferianto) yang ingin “mencaplok” lahan pertanian milik ayahnya Sadam untuk perusahaannya. Kali ini, kita mendapati pasangan antagonis yang narsis dan sadis, Ratih-Syailendra yang diperankan oleh Isyana Saravasti dan Candra Satria, yang terobesi dengan binatang eksotis. Hadirnya tokoh ini pun menjaga keseimbangan konflik kisah.

Selain itu, upaya mengangkat isu kelestarian orang utan dalam kisah ini perlu diacungi jempol. Riza mampu mengangkat isu yang amat dekat tanpa perlu menempel isu-isu lingkungan lingkup global yang amat kompleks. Tentu, pengangkatan isu ini, di satu sisi, juga dapat dipahami sebagai upaya melawan keserakahan pada alam.

Untuk menerjemahkan isu ini, Riza menghadirkan tokoh gadis-cilik-asli-hutan- setempat, Sindai (Quinn Salman). Selain sebagai reflektif masa kecil Sherina, hadirnya tokoh ini juga dapat diartikan bahwa Riza memberi kesempatan masyarakat adat untuk menyuarakan isu lingkungan. Sindai diberikan ruang alih-alih hanya mengekerkan isu ini hanya pada sosok Sherina.

Selain konflik dengan para komplotan, seiring perjalanan, pertengkaran Sherina-Sadam tidak dapat dielakkan. Sherina yang amat menggebu-gebu dalam menghadapi masalah dibenturkan dengan Sadam yang coba melogiskan kondisi dengan bertindak hati-hati. Dari pertengkaran ini, bermekaran persoalan masa lalu keduanya yang dengan sabar dijahit kembali. Keduanya pun coba menerima kondisi dan kekurangan diri sebagai resolusi.

Sajian Aksi, Komedi, dan Melodi

Pada petualangan kedua ini, aspek aksi banyak dimunculkan. Aksi kejar-kejaran dan pertarungan satu lawan satu silih berganti memenuhi layar. Seperangkat aksi tersebut didukung oleh unsur komedi yang membuat penonton berkali-kali tersenyum, selain karena perasaan nostalgia.

Berbeda dengan 3 Hari untuk Selamanya dan Ada Apa dengan Cinta?, Petulangan Sherina 2 punya keleluasan dalam menyajikan kisah yang menghibur. Untuk mendukung hiburan, pada beberapa tokoh termuat penokohan yang bertentangan. Misalnya, Nyonya Syailendra digambarkan sebagai pencinta kucing yang amat lembut hati, tetapi taksegan-segan menghalalkan segala cara untuk keinginannya. Ada pula salah satu komplotan pencuri yang tidak gentar menghabisi korbannya, tetapi takut apabila jenggotnya yang dipercaya sebagai alat kebal digunting.

Beralih pada aspek musik, sebagai film musikal, Petualangan Sherina 2 punya potensi besar dalam menghadirkan sajian lengkap: optimalisasi tata gerak dan tata suara. Upaya perubahan aransemen dan lirik dari lagu-lagu film pertamanya memberikan kesegaran lebih. Tambahan lagu baru juga terpenuhi untuk menjawab persoalan baru para tokoh.

Selain itu, aspek koreografi juga perlu mendapat sorotan. Serupa film La La Land (2016) garapan Damien Chazelle, kita akan mendapatkan Sherina-Sadam secara magis menari berlatar langit yang dihiasi bebintangan yang disertai lagu “Mengenang Bintang”. Dalam hal ini, Riza mengongkretkan pertemuan keduanya ketika kanak di Observatorium Bosscha. Selain itu, pada adegan di kediaman Syailendra, kita mendapat pesta glamor yang senuansa dengan pembuka film Babylon (2022) dari sutradara yang sama.

Walhasil, penantian panjang penonton akan petualangan kedua Sherina terbayarkan. Meski masih mengandalkan formula yang tidak jauh berbeda, Riza berhasil menyuguhkan film yang menghibur dengan sajian aksi, komedi, dan musik. Dengan tetap bersetia dan “menjadi diri” sendiri, Petulangan Sherina 2 menuaikan nostalgia penonton. Segera saksikan di layar lebar untuk pengalaman yang lengkap genap.

Infografik Review Film Petualangan Sherina 2 (2023): Degup Nostalgia Seirama oleh ulasinema

Baca juga: 3 Hari untuk Selamanya (2007) – Kebebasan di Ujung Tanduk

Penulis: Anggino Tambunan
Penyunting: Muhammad Reza Fadillah