Karya teranyar Gina S. Noer hadir pada pusaran wacana yang deras: tingginya kasus kekerasan seksual, letupan kultur kansel, dan pengesahan RKHUP baru-baru ini. Melalui Like & Share (2022), segala kemalangan dan trauma perempuan tersingkap.
Kisah berpusat pada dua remaja, siswi sekolah menengah atas, yang terkepung problem seksualitas. Lisa (Aurora Ribero) kecanduan berat konten video porno. Adapun sahabatnya, Sarah (Arawinda Kirana), terjebak kasus rumit: video dan foto privatnya viral di media maya. Dari kacamata keduanya, Gina meletakan kisah pada sudut pandang korban dan umum, usaha pemahaman yang lebih utuh.
Untuk penuansaan isu, adegan awal dibuka dengan proyek yang mereka rintis: akun YouTube dengan konten review aneka boga bergaya asmr (autonomous sensory meridian response). Suara yang mereka munculkan diartikan dengan beragam makna: dapat menenangkan pikiran, mendeskripsikan kecapan, atau merangsang gairah. Alhasil, beragam komentar bermunculan—terutama yang melecehkan keduanya. Adegan tersebut menjadi abstraksi kisah yang jitu.
Dalam pengisahan, keduanya terbata-bata dalam mengeja masalah seksualitas. Keluarga yang takberfungsi serta instansi pendidikan yang kurang optimal makin membuat mereka takberdaya. Hal ini digambarkan dengan adegan Lisa yang dilecehkan secara verbal oleh teman laki-lakinya dan disentuh gurunya. Di rumah, ia pun dimarahi habis-habisan oleh ibunya saat sedang mengeksplorasi soal seks. Lantas, ia diminta ibunya untuk lekas bertaubat—sonder mendapat pemahaman akan rasa penasarannya terhadap seks.
Sementara itu, Sarah yang sudah takmemiliki orang tua terjebak dalam masalah hubungan yang amat tidak sehat. Kekasihnya, Devan (Jerome Kurnia)—yang berjarak usia satu dasawarsa—menjadikannya sebagai objek pelampiasan fantasinya. Dengan berbagai cara, ia memperkosa Sarah berkali-kali. Tidak hanya sampai situ, ia mengancam Sarah: akan menyebarkan video seks mereka—dan benar saja.
Trauma menjalar penuh pada tubuh dan psikis Sarah. Sarah berkali-kali ingin bunuh diri sebab hidup baginya sudah berakhir. Kakak laki-laki Sarah membawa kasus ini ke jalur hukum. Nahasnya, jalur hukum takmampu melindungi Sarah dan menempatkan Devan dalam posisi yang lebih menguntungkan. Dalam waktu bersamaan, sekolah memiliki perspektif akan kasus yang dihadapinya: Sarah harus diskors. Sarah berkali-kali dikalahkan dalam meraih keadilan.
Salah satu adegan yang menebalkan isu tersebut datang dari tokoh perempuan lainnya, Vita (Aulia Sarah), yang merupakan penyintas kasus kekerasan seksual. Wajah dan tubuhnya disebar mantan suaminya dan menjadi konsumsi publik. Usahanya dalam mencari keadilan gagal berkali-kali. Artinya, masalah yang menimpanya nyatanya berulang—kini pada Sarah. Mereka sadar bahwa hal ini mungkin juga akan terjadi kepada siapa pun, bahkan orang terdekat.
Oleh sebab itu, dukungan terhadap korban merupakan hal yang pokok. Melihat kondisi Sarah, Lisa ikut merasakan pengalaman traumatis yang dirasakan Sarah. Selain itu, Lisa bersikeras bahwa Sarah harus mendapat keadilan penuh. Hal ini kemudian yang membidani keputusan Sarah untuk tidak memilih jalur damai dengan Devan dan tetap kokoh dalam merenggut keadilan.
Sementara itu, pada aspek visual, tampilan Like & Share tampil dengan pas. Emosi kisah dapat dikonkretkan dengan sorotan-sorotan yang puitik. Hal ini juga ditunjang dengan ramuan skoring yang mewakili segenap rasa dan kekalutan yang dirasakan Lisa dan Sarah.
Akhirnya, Like & Share—pilihan judul yang memiliki kemiripan susunan bunyi dengan tokoh utama: Lisa dan Sarah—melanjutkan estafet film-film Indonesia sebelumnya yang mengangkat isu serupa: perempuan dan kekerasan seksual. Film ini—dengan terang benderang—menunjukkan bahwa perempuan selalu menjadi korban yang takdilindungi dan kalah berkali-kali dalam upaya menagih keadilan.
Penulis: Anggino Tambunan
Penyunting: Muhammad Reza Fadillah